Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Data keuangan yang diterima oleh Ditjen Pajak (DJP) dari lembaga jasa keuangan berdasarkan automatic exchange of information (AEOI) masih sulit diidentifikasi.
Dari total 1,87 juta docref ID pada 2024, tercatat sebanyak 1,06 juta docref ID atau 56.69% yang berhasil diidentifikasi oleh Direktorat Data dan Informasi Perpajakan DJP.
"Docref ID adalah pengidentifikasi unik untuk dokumen (yaitu satu catatan dan semua elemen data turunannya). Pengidentifikasi unik di docref ID dapat menjadi referensi yang digunakan oleh FI untuk melaporkan secara nasional, atau referensi unik lain yang dibuat oleh administrasi pajak pengirim, namun dalam semua hal harus dimulai dengan kode negara yurisdiksi pengirim," tulis Direktorat Data dan Informasi Perpajakan DJP dalam Laporan Kinerja DJP 2024, dikutip Kamis (27/3/2025).
Docref ID dinyatakan teridentifikasi bila sudah ditemukan identitas berupa nomor induk kependudukan (NIK) atau nomor pokok wajib pajak (NPWP). Identifikasi dilakukan dengan menyandingkan data eksternal dengan masterfile wajib pajak, data kependudukan, data historis perubahan entitas wajib pajak, dan data referensi lainnya.
Hasil identifikasi sangat dipengaruhi oleh kualitas data yang diterima dari lembaga jasa keuangan, standardisasi proses pengolahan data, algoritma dan threshold yang ditentukan, serta kemampuan operator dalam mengolah data.
Dalam melakukan identifikasi data keuangan, DJP seringkali harus mengambil langkah ekstra di luar prosedur standar. Upaya ekstra yang diambil contohnya adalah dengan menganalisis pola data historis dari setiap negara mitra untuk memprediksi kendala yang mungkin timbul.
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan juga memutakhirkan data NIK guna meningkatkan validitas subjek data keuangan dan mengurangi kesalahan identifikasi.
Adapun salah satu kendala yang dihadapi dalam mengidentifikasi data keuangan adalah masih adanya data keuangan yang ter-masking. Data ter-masking bila ada elemen data tertentu yang ditutupi sehingga tidak bisa diidentifikasi.
"Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan koordinasi dengan Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi agar data inbound yang diterima dari negara mitra tidak dilakukan masking," tulis Direktorat Data dan Informasi Perpajakan DJP dalam laporannya.
Pada tahun depan, Direktorat Data dan Informasi Perpajakan DJP akan berkoordinasi dengan Direktorat Perpajakan Internasional dan Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi terkait data keuangan yang diterima dari negara mitra. (sap)