Unggahan Kemenkeu di Instagram.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui salah satu unggahannya di Instagram menjelaskan pemerintah sedang menyiapkan reformasi sistem pajak pertambahan nilai (PPN).
Reformasi sistem PPN yang akan dijalankan pemerintah, sambung Kemenkeu, akan menonjolkan aspek keadilan dan gotong-royong untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Otoritas mengatakan dalam sistem baru yang disiapkan, sembako akan menjadi barang kena pajak (BKP).
“Tapi, bukan berarti semua jenis sembako bakal kena pajak. Tidak perlu khawatir, sembako yang dijual di pasar tradisional tetap bebas pajak,” tulis akun Instagram @kemenkeuri dalam salah satu unggahannya, dikutip pada Rabu (16/6/2021).
Otoritas mengatakan dalam sistem yang berlaku saat ini, daging dan semua jenis sembako dapat fasilitas pajak atau tidak dikenai PPN. Dengan demikian, pembeli daging di pasar tradisional dan daging premium, misalnya, sama-sama tidak membayar pajak.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mengubah rezim PPN menjadi multitarif agar lebih berkeadilan. Misal, barang kebutuhan yang biasa dikonsumsi masyarakat diberikan tarif 0% atau fasilitas dari pemerintah, sedangkan barang yang tergolong premium dikenakan tarif tinggi.
Meski demikian, rencana perubahan kebijakan tersebut masih akan dibahas bersama DPR. Menurutnya, proses pembahasannya akan dilakukan secara benar dan komprehensif. Simak ‘Soal PPN Sembako, Sri Mulyani Beri Penjelasan Kepada DPR’.
Managing Partner DDTC Darussalam dalam artikel perspektif Memandang Jernih Rencana Pengenaan PPN atas Barang Kebutuhan Pokok mengungkapkan pengenaan PPN umumnya tanpa memperhatikan kemampuan atau ability to pay konsumen. Oleh karena itu, PPN disebut sebagai pajak objektif dan bersifat regresif.
Jika suatu barang dan/atau jasa dikenakan sebagai objek PPN, konsumen yang mampu atau tidak mampu akan membayar jumlah PPN yang sama. Jika suatu barang dan/atau jasa tertentu tidak dikenakan PPN atau dikecualikan sebagai objek PPN, konsumen yang mampu dan tidak mampu juga sama-sama tidak membayar PPN. Kedua kondisi itu memunculkan isu ketidakadilan. (kaw)