Gedung Kementerian Keuangan. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menekankan pentingnya optimalisasi pajak penghasilan (PPh) orang pribadi dan PPN dalam menciptakan struktur pajak yang lebih baik.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyatakan kontribusi pajak penghasilan orang pribadi di Indonesia tercatat masih rendah. Hal yang sama juga terjadi pada kinerja penerimaan PPN yang berdasarkan c-efficiency ratio ternyata masih tergolong rendah.
"Struktur pajak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara. Artinya, penting untuk melihat mana jenis pajak yang perlu dioptimalkan kontribusinya," cuit BKF melalui media sosial, Rabu (16/6/2021).
Tahun lalu, realisasi penerimaan PPh orang pribadi hanya mencapai Rp11,56 triliun. Jumlah tersebut hanya menyumbang 1,08% dari total realisasi penerimaan pajak sejumlah Rp1.069,98 triliun. Capaian tersebut terbilang kecil ketimbang negara lain.
Di negara maju, kontribusi PPh orang pribadi terhadap penerimaan pajak sangat besar. Di negara-negara OECD misalnya, rata-rata kontribusi PPh orang pribadi terhadap penerimaan pajak mampu mencapai 26%.
Rendahnya kontribusi PPh orang pribadi terhadap penerimaan pajak ini tidak terlepas dari struktur ketenagakerjaan di Indonesia yang belum sepenuhnya formal. Tercatat masih terdapat banyak pekerja di Indonesia yang bukan merupakan penerima upah tetap.
“Dengan demikian, diperlukan kepatuhan yang tinggi untuk meningkatkan penerimaan PPh orang pribadi, terutama yang bukan merupakan penerima upah tetap,” sebut BKF.
Sementara itu, kinerja PPN terhadap penerimaan juga belum optimal. BKF mencatat c-efficiency ratio PPN sebesar 64% atau tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Untuk meningkatkan kinerja PPN, beragam reformasi seperti pengurangan fasilitas, peningkatan kepatuhan, hingga kenaikan tarif secara produktif perlu dilakukan. Adapun reformasi ketentuan PPN dan optimalisasi PPh orang pribadi tertuang dalam RUU KUP. (rig)