Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta adanya pertukaran data antara Ditjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (1/3/2022).
Dalam Instruksi Presiden (Inpres) 1/2022, Presiden Jokowi menginstruksikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk melakukan kerja sama pertukaran data antara Kementerian Keuangan, dalam hal ini DJP, dengan BPJS Kesehatan.
“… untuk meningkatkan kepatuhan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi penggalan instruksi presiden yang ditujukan khusus untuk menteri keuangan.
Terbitnya instruksi presiden tersebut dalam rangka optimalisasi pelaksanaan program JKN, peningkatan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan untuk menjamin keberlangsungan program JKN.
Selain mengenai kerja sama pertukaran data DJP dengan BPJS Kesehatan, ada pula bahasan tentang tarif khusus bea masuk sebesar 0% untuk kendaraan bermotor yang diimpor dalam konisi tidak utuh dan tidak lengkap atau incompletely knocked down (IKD).
Selain meminta kerja sama pertukaran data DJP dan BPJS Kesehatan, Presiden Jokowi juga menginstruksikan 3 hal lain kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pertama, menjaga kesinambungan pendanaan program JKN.
Kedua, menyiapkan regulasi dalam rangka mendukung kelancaran pembayaran iuran kepesertaan anggota keluarga yang lain pekerja penerima upah penyelenggara negara di lingkungan instansi pemerintah pusat agar menjadi peserta aktif dalam program JKN.
Ketiga, melakukan pemotongan dana alokasi umum (DAU) dan/atau dana bagi hasil (DBH) terhadap pemerintah daerah yang tidak memenuhi kewajibannya dalam program JKN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (DDTCNews)
Dalam Inpres 1/2022, Presiden Jokowi juga menginstruksi direksi BPJS Kesehatan untuk melakukan kerja sama dengan Kementerian Keuangan terkait penagihan piutang iuran peserta program JKN setelah dilakukan upaya penagihan optimal.
Direksi BPJS Kesehatan juga diminta meningkatkan upaya penegakan kepatuhan pendaftaran dan penyampaian data peserta serta upaya penagihan dan kepatuhan pembayaran iuran program JKN.
Direksi BPJS Kesehatan juga diminta melaksanakan pemadanan data kepesertaan dengan kementerian/lembaga penyedia data peserta dalam rangka meningkatkan akurasi dan validitas data peserta program JKN. (DDTCNews)
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menyampaikan kebijakan dalam PMK 13/2022 diambil untuk mendorong industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). IKD menjadi sasaran pemberian bea masuk 0% karena jenis ini dapat memberikan manfaat yang lebih besar untuk perekonomian domestik.
Menurutnya, komponen KBLBB IKD yang belum lengkap dipenuhi dengan menggunakan komponen yang dihasilkan produsen dalam negeri. Adapun tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dari KBLBB IKD disesuaikan dengan Permenperin 27/2020 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan TKDN KBLBB (Battery Electric Vehicle). (DDTCNews)
DJP mengajak investor pasar modal memanfaatkan program pengungkapan sukarela (PPS) yang saat ini tengah berlangsung. PPS menjadi momentum yang baik bagi para investor untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan.
Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Yudha Wijaya mengatakan peluang DJP menemukan harta yang tidak dilaporkan, termasuk dari data lembaga keuangan seperti perusahaan sekuritas, sudah makin besar. Hingga 28 Februari 2022 pukul 08.00 WIB, sudah ada 17.582 wajib pajak sudah mengikuti PPS. (DDTCNews/Kontan)
Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan kerangka peraturan atau model rules dari Pilar 2 sudah selesai sejak tahun lalu. Kerangka peraturan tersebut akan menjadi acuan bagi setiap yurisdiksi dalam mengadopsi Pilar 2 pada ketentuan domestiknya masing-masing.
Tahun ini, Indonesia akan menyiapkan PP dan/atau PMK untuk menerapkan income inclusion rule (IIR) dan undertaxed payment rule (UTPR). IIR akan diterapkan pada 2023, sedangkan UTPR baru diimplementasikan pada 2024.
Mekar menjelaskan terdapat 2 jenis wajib pajak badan yang akan terdampak Pilar 2, yaitu perusahaan Indonesia yang memiliki kegiatan usaha di luar negeri dan perusahaan asing yang menjalankan kegiatan usaha di Indonesia. (DDTCNews) (kaw)