RUU TAX AMNESTY

Jangan Terjebak Soal Tarif

Redaksi DDTCNews | Senin, 30 Mei 2016 | 12:04 WIB
Jangan Terjebak Soal Tarif

Ilustrasi. (DDTCNews)

SEJAK muncul usulan untuk menaikkan tarif tebusan tax amnesty pada rapat dengar pendapat umum di DPR terkait dengan pembahasan RUU Pengampunan Pajak beberapa pekan lalu, sejumlah fraksi di DPR juga kalangan di luar parlemen terlihat mulai merumuskan formula kenaikan tarif tersebut.

Perdebatan menyangkut besaran tarif tebusan tax amnesty yang pantas baik untuk tujuan repatriasi maupun sekadar deklarasi kekayaan tentu boleh dilakukan. Pada beberapa sisi, perdebatan tersebut juga konstruktif sebagai sebuah dialektika perumusan kebijakan publik yang semestinya.

Namun, perlu diwaspadai ketika perdebatan itu kian melebar, dan menjauh dari substansi hingga melupakan, bahwa tax amnesty pertama kali adalah kesempatan untuk memperbaiki sistem pajak yang lebih baik guna menjamin penerimaan pajak dalam jangka panjang yang berkesinambungan.

Baca Juga:
Bicara Kepastian Hukum, Ganjar Cerita Soal Peserta Tax Amnesty

Apalagi jika pokok yang diperdebatkan dalam rumusan tarif tebusan itu adalah aspek keadilan. Perlu segera ditekankan, perdebatan tentang ketidakadilan tax amnesty tidak akan menemukan titik temu, yang apabila dipaksakan akan berakhir menjadi sebuah debat kusir.

Misalnya ada pendapat tarif tax amnesty terlalu rendah dan mengusulkan 10%. Pertanyaannya, apakah 10% itu adil, jawabannya bisa jadi tidak karena yang adil tentunya tarif yang diatur di pasal 17 UU PPh, yaitu 25% untuk badan usaha atau progresif sampai dengan 30% untuk WP orang pribadi.

Contoh lain adalah fasilitas tax holiday yang telah dikeluarkan pemerintah beberapa waktu lalu. Oleh sebagian wajib pajak (WP), bisa jadi fasilitas tersebut dianggap tidak memenuhi rasa keadilan karena hanya diberikan pada segelintir WP yang mendongkrak penyerapan tenaga kerja.

Baca Juga:
Raup Triliunan dari Penerbitan SBN Khusus PPS, Kemenkeu Beberkan Ini

Dengan kata lain, jangan terjebak pada perdebatan tarif tebusan tax amnesty karena memang tidak ada keadilan yang absolut dalam pajak. Semangat untuk memberikan kontribusi tertentu, itulah yang seharusnya menjadi pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan perpajakan.

Dalam hal tax amnesty, argumentasi ketidakadilan dengan sendirinya menjadi tidak relevan. Ketika Adam Smith diminta untuk memilih keadilan atau kepastian hukum dalam pajak, yang dipilih adalah kepastian hukum. Keadilan yang tak diikuti kepastian hukum adalah ketidakadilan.

Karena itu, seharusnya tax amnesty diletakkan, dipandang sekaligus diuji atas tujuan yang hendak dicapai, yaitu perbaikan sistem perpajakan nasional guna menjamin penerimaan pajak dalam jangka panjang yang berkesinambungan. Bukan seberapa besar tarif tebusannya.

Baca Juga:
Mendulang Suara Rakyat Melalui Zonasi Pajak untuk Pemerataan Ekonomi

Membahas tarif tebusan tax amnesty tentu tetap penting, tetapi jangan sampai terjebak, apalagi dengan jargon keadilan. Kalaupun tax amnesty memberikan kontribusi penerimaan dalam jangka pendek, itu hanya konsekuensi logis dari uang tebusan yang diterima dalam periode tax amnesty. Bukan dana tebusan yang jadi tujuan tax amnesty, melainkan dana repatriasi.

Untuk itu, yang penting sekarang adalah bagaimana agar implementasi tax amnesty ini bisa sesuai dengan tujuan besarnya, yaitu sebagai babak baru menuju sistem pajak yang lebih baik lagi, untuk menjamin penerimaan pajak dalam jangka panjang yang berkesinambungan.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Desember 2023 | 16:00 WIB PEMILU 2024

Bicara Kepastian Hukum, Ganjar Cerita Soal Peserta Tax Amnesty

Jumat, 06 Oktober 2023 | 11:43 WIB PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA

Raup Triliunan dari Penerbitan SBN Khusus PPS, Kemenkeu Beberkan Ini

Jumat, 22 September 2023 | 14:00 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Mendulang Suara Rakyat Melalui Zonasi Pajak untuk Pemerataan Ekonomi

Sabtu, 16 September 2023 | 14:30 WIB PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA

Jangan Terlewat! Ini Jadwal Transaksi SBN Khusus PPS yang Terakhir

BERITA PILIHAN
Kamis, 18 April 2024 | 08:53 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diskon Tarif Pajak Pasal 31E UU PPh di e-Form, DJP Ungkap Caranya

Rabu, 17 April 2024 | 18:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Lapor SPT Tahunan, Biden Bayar Pajak Rp 2,37 Miliar pada 2023

Rabu, 17 April 2024 | 17:30 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Surat Pemberitahuan Jalur Merah?

Rabu, 17 April 2024 | 17:00 WIB PEMERIKSAAN PAJAK

SPT Nyatakan Rugi, Wajib Pajak Dapat Diperiksa di Kantor atau Lapangan

Rabu, 17 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Data Perpajakan Lebih Aman, WP Bisa Lakukan Penggantian EFIN

Rabu, 17 April 2024 | 15:30 WIB KEANGGOTAAN FATF

RI Masuk FATF, Jokowi: Waspadai Pencucian Uang Berbasis Teknologi

Rabu, 17 April 2024 | 15:21 WIB PERMENKOP UKM 8/2023

Begini Aturan Permodalan Koperasi Simpan Pinjam

Rabu, 17 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Catat! Reset Password Akun DJP Online Perlu Kode EFIN

Rabu, 17 April 2024 | 13:37 WIB IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

ASN Mulai Pindah ke IKN pada September 2024