Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama.
JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor dan/atau penyerahan buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama telah diperbarui. Ditjen Pajak (DJP) menyebutkan dua alasan utama dari terbitnya beleid tersebut.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.5/PMK.010/2020 untuk mengakomodasi dua aspek. Pertama, perkembangan teknologi sehingga e-book juga masuk dalam beleid pembebasan PPN.
"PMK No.5/2020 itu mengakomodasi beberapa hal. Sesuai dengan kondisi saat ini, seperti e-book juga diperlakukan sama dengan buku cetakan dalam hal pembebasan PPN. Hal ini sudah mengacu kepada UU No.3/2017 untuk kriteria buku pendidikan," katanya kepada DDTCNews, Selasa (4/2/2020).
Hastu kemudian menjelaskan aspek kedua yang diakomodasi adalah terkait kemudahan administrasi. Melalui beleid ini, wajib pajak tidak perlu mengantongi Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk bisa bebas pungutan PPN atas impor buku.
Dia menyebutkan aspek ini merupakan hal baru yang diakomodasi oleh DJP. Pada aturan terdahulu dalam PMK No.122/2013 terdapat beberapa jenis buku yang bisa dibebaskan dari pengenaan PPN setelah orang pribadi atau badan memiliki SKB PPN yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
"Dengan PMK ini tidak perlu adanya SKB untuk buku umum yang mengandung unsur pendidikan," ungkapnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, beleid yang baru diterbitkan dengan pertimbangan untuk lebih meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku dan kitab suci dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat.
Melalui aturan ini maka atas impor dan/atau penyerahan buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dibebaskan dari pengenaan PPN. Selain itu, orang pribadi atau badan yang melakukan impor dan/atau yang melakukan penyerahan buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama itu juga dibebaskan dari pengenaan PPN. (kaw)