BERITA PAJAK HARI INI

Ini 7 Alasan Pentingnya Inklusi Pajak

Redaksi DDTCNews
Senin, 25 November 2019 | 08.53 WIB
Ini 7 Alasan Pentingnya Inklusi Pajak

Ilustrasi kegiatan Pajak Bertutur 2019 di SMAN 5 Madiun, Jumat (22/11/2019). (foto: KPP Pratama Madiun)

JAKARTA, DDTCNews – Bersamaan dengan momentum Hari Guru, otoritas pajak menggelar kegiatan Pajak Bertutur 2019 di Kantor Pusat Ditjen Pajak (DJP) pada hari ini, Senin (25/11/2019). Acara yang menjadi bagian dari program inklusi pajak ini menjadi bahasan beberapa media nasional.

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan inklusi pajak menjadi faktor yang krusial di Indonesia. Sebagai bagian dari edukasi pajak, inklusi pajak dianggap sebagai mekanisme efektif untuk membangun kepercayaan kepada pemerintah sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam sistem pajak.

“Dalam konteks Indonesia, edukasi pajak harusnya tidak melulu diartikan sebagai program pemerintah tetapi turut diemban oleh seluruh pemangku kepentingan. DJP tidak mungkin memikul tanggung jawab edukasi pajak ini sendirian,” katanya.

Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti rencana pemerintah menerbitkan omnibus law perpajakan. Salah satu poin terbaru yang akan masuk dalam omnibus law tersebut adalah rasionalisasi pajak daerah.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • 7 Argumentasi Pentingnya Inklusi Pajak

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan setidaknya terdapat tujuh argumentasi pentingnya program inklusi pajak. Pertama, tingkat kepatuhan pajak yang masih rendah di Indonesia. Kedua, inklusi pajak relevan dalam sistem self-assessment.

Ketiga, inklusi pajak sebagai langkah antisipatif dalam rangka menyambut bonus demografi. Keempat, inklusi pajak bisa jadi solusi jangka panjang dalam menjamin kepatuhan pajak pekerja di sektor nonstandar yang mulai marak dewasa ini.

Kelima, edukasi pajak merupakan salah satu dari empat elemen dasar jaminan sistem pajak yang ideal dan memenuhi ekspektasi masyarakat. Keenam, inklusi pajak menstimulus ketertarikan generasi muda Indonesia untuk menjadi sumber daya manusia unggul di bidang pajak.

Ketujuh, inklusi pajak menjadi bagian tidak terpisahkan dari momentum reformasi pajak. Keberhasilan agenda reformasi pajak Indonesia 2017-2020 yang bertujuan untuk optimalisasi penerimaan pajak, sambung Darussalam, memiliki probabilitas keberhasilan besar jika didukung program edukasi pajak yang berkelanjutan.

  • Rasionalisasi Pajak Daerah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rasionalisasi pajak dareh yang akan dimasukkan dalam omnibus law perpajakan dimaksudkan untuk mengatur kembali beberapa aspek yang menjadi kewenangan pemerintah pusat untuk menetapkan tarif pajak secara nasional.

“Akan ditegaskan dalam RUU ini [omnibus law perpajakan] dan ditegaskan peraturannya melalui peraturan presiden. Kita terus formulasikan [skemanya], termasuk bagaimana pemerintah daerah dapat melakukan untuk perbaikan peraturan daerahnya secara lebih cepat melalui peraturan kepala daerah,” jelasnya.

  • Insentif Perpajakan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah masih optimistis adanya peningkatan investasi dengan adanya stimulus insentif. Selain itu, pemerintah juga berencana merevisi kembali daftar negatif investasi (DNI). Berdasarkan data Kemenkeu, investasi yang memanfaatkan fasilitas tax allowance dan tax holiday hingga saat ini mencapai Rp181,6 triliun.

“Kami ingin memberikan sinyal kepada investor bahwa investasi yang masuk ke Indonesia tidak hanya membawa uang, teknologi, dan pengetahuan, tetapi juga menciptakan kegiatan yang produktif bagi Indonesia,” katanya.

  • Evaluasi Belanja Perpajakan

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menyarankan agar pemerintah secara konsisten melakukan evaluasi belanja perpajakan. Hal ini untuk menguji sejauh mana efektivitas berbagai insentif dan relaksasi kebijakan perpajakan untuk menarik investasi. Meskipun demikian, investasi juga dipengaruhi oleh faktor nonpajak.

  • Dengan SIN, Harusnya Tidak Ada Pemeriksaan Pajak oleh Fiskus

Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo mengatakan dengan adanya single identity number (SIN), idealnya tidak ada kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus. Banyaknya data yang dimiliki membuat otoritas pajak akan lebih banyak mengandalkan proses bisnis berbasis pelayanan dan konseling dalam rangka menguji kepatuhan wajib pajak.

“Dengan ini [SIN] kita berkeinginan untuk hapus pemeriksaan. Jadi, dengan data SIN, Ditjen Pajak hanya ingin konseling dengan wajib pajak,” tegasnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.