PERTUMBUHAN EKONOMI

Indonesia Masuk Resesi?

Redaksi DDTCNews
Rabu, 17 Juni 2020 | 19.06 WIB
Indonesia Masuk Resesi?

Petugas Pemadam Kebakaran menyemprotkan cairan disinfektan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Rabu (17/6/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 minus 3,1%. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc)

PENGUMUMAN resmi pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 masih sebulan lagi. Namun, suara-suara yang meramal mampirnya badai resesi ke Indonesia, yang diprediksi menerpa sejumlah negara maju sekaligus perekonomian global, lamat-lamat sudah semakin kencang.

The winter is coming.” Boleh kita ingat pernyataan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank 2 tahun silam. The winter, ancaman ekonomi itu, terbukti benar. Hal yang tidak terduga adalah ia datang langsung ke halaman rumah kita.

Optimisme kadang memang terlampau mudah. Pada 18 Maret 2020, setengah bulan setelah Presiden mengumumkan pasien pertama virus Corona di Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2020 akan mencapai 4,5%-4,9%.

Dua hari setelah itu, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi RI 2020 mencapai 4,2%-4,6%, terpangkas dari prediksi Februari 5,0%-5,4% dan Januari 5,1%-5,5%. Pada akhir Maret, World Bank memprediksi Indonesia bakal lolos dari resesi, dengan pertumbuhan ekonomi 2,1%.

Setengah bulan berikutnya, giliran IMF meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,5%. Pada saat yang sama, World Bank dan IMF memprediksi resesi di sejumlah negara maju. Akibatnya, perekonomian global pun terseret, mengingat besarnya kontribusi produk domestik bruto negara maju.

Pada 6 April, dalam rapat kerja Komite Stabilitas Sistem Keuangan bersama Komisi XI DPR, Menkeu menyampaikan asumsi dasar pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 2,3%. Perinciannya, pada kuartal I ekonomi tumbuh 4,7%, kuartal II 1,1%, kuartal III 1,3%, ditutup kuartal IV 2,4%.

Namun, terutama setelah pengumuman Badan Pusat Statistik awal Mei tentang pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 dan awal Juni mengenai inflasi Mei 2020, disusul realisasi APBN akhir Mei 2020 yang dirilis paruh Juni, tanda-tanda akan datangnya ‘the winter’ itu kian nyata.

Pada 9 Juni, World Bank mengoreksi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi 0% dari sebelumnya 2,1% dan 5,1% (9/1/2020). Menteri Keuangan sendiri, setelah merilis data realisasi APBN 2020 per Mei 2020, memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 akan minus 3,1%.

Dengan laju pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 yang hanya 2,97%, kalau prediksi Menkeu itu terbukti, berarti pada kuartal II/2020 pertumbuhan ekonomi kita sudah berada pada teritori negatif. Lantas, bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020?

Ini yang berat. Kalau laju pertumbuhan ekonomi kuartal III negatif, dan ekonomi kita terkontraksi dua kuartal berturut-turut, berarti perekonomian kita masuk ke dalam resesi. Namun, jika berbalik positif, kita selamat dari resesi. Mana lebih besar peluangnya, masuk resesi atau selamat?

Kita melihat meski 2 pekan terakhir nadi perekonomian mulai sedikit berdenyut, nyatanya konsumsi masyarakat belum juga pulih. Sejak Maret, konsumsi masyarakat masih berada pada teritori negatif, terlihat dari indeks penjualan riil April 2020 yang -16,9% dan perkiraan Mei yang -22,9%.

Neraca perdagangan Mei yang surplus US$2,09 miliar juga belum terhindar dari koreksi. Ekspor turun 13,40% (mtm) dan 28,95% (yoy), sedangkan impor turun lebih dalam 32,65% (mtm) dan 42,20% (yoy). Impor barang konsumsi -23,08%, bahan baku -34,66%, dan barang modal -29,01%.

Di sisi lain, setoran pajak penghasilan (PPh) badan per Mei terkontraksi kian dalam 20,46% (yoy), melanjutkan kontraksi April sebesar 15,23% (yoy). Setoran pajak pertambahan nilai (PPN) juga terkontraksi 8,0% (yoy) dari posisi April yang masih tumbuh 1,9% (yoy).

Pada saat yang sama, insentif yang diberikan sebagai respons atas Covid-19 seperti PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), PPh final DTP, pembebasan PPh Pasal 22 impor, diskon 30% angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi PPN dipercepat, baru terealisasi 6,8% dari Rp120,61 triliun.

Harus diakui, dengan fakta-fakta itu, situasinya berat. Namun, harapan agar kita lolos dari resesi tetap terbuka. Misalnya ada percepatan penyerapan insentif, dan percepatan pemutusan rantai penyebaran Covid-19. Kalau itu terjadi, situasi ekonomi niscaya bisa segera pulih kembali.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.