Kepala Pusat Penerimaan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Rofyanto Kurniawan. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews—Kementerian Keuangan akan melanjutkan proses pembaruan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dengan beberapa negara mitra tahun ini pasca ditekennya kesepakatan dengan Singapura.
Kepala Pusat Penerimaan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Rofyanto Kurniawan mengatakan pembaruan P3B tidak berhenti pada Singapura. Indonesia akan segera menyasar negara-negara Asia lainnya untuk merenegosiasi P3B.
"Kami sudah rencanakan di 2020 ini akan melakukan negosiasi P3B dengan Korea Selatan dan Jepang," kata Rofy dalam acara Dialogue KiTA di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (7/2/2020).
Jika tidak ada aral melintang, kata Rofy, Indonesia akan mulai membahas renegosiasi P3B dengan Korea Selatan pada April 2020. Setelah itu, Indonesia juga berupaya menyasar negara Asia lainnya.
Meski begitu, lanjutnya, otoritas fiskal juga membuka peluang untuk merenegosiasi P3B di luar Asia, misalnya di kawasan Eropa. Menurutnya, Indonesia juga memiliki kepentingan untuk memperbarui P3B dengan negara Eropa seperti Jerman dan Prancis.
"Negosiasi (P3B) dengan negara lain seperti Jerman dan Perancis itu tidak kalah penting. Artinya dengan P3B kita yang semakin baik, hal itu akan membuat investor dari negara lain makin tertarik untuk datang ke Indonesia," papar Rofy.
Pemerintah juga memastikan bahwa setiap pembaruan P3B akan menganut asas win-win solution. Artinya, setiap perubahan perjanjian pajak yang dihasilkan menguntungkan kedua belah pihak.
Meski begitu, renegosiasi tersebut juga tetap mengedepankan prinsip dasar penyusun P3B yaitu meminimalisir pengenaan pajak berganda dengan pembagian hak pemajakan, serta menutup celah praktik penghindaran dan pengelakan pajak.
"Kami ingin output dari negosiasi bagus untuk Indonesia dan juga negara mitra, sehingga diharapkan dengan negosiasi ini bisa membuat iklim investasi Indonesia menjadi makin menarik," imbuhnya.Â
Sekadar informasi, ada tiga narasumber dalam Dialogue KiTa kali ini. Selain Rofyanto, ada pula Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol, dan Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji. (rig)