Ilustrasi. Gedung Badan Kebijakan Fiskal.
JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memandang kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% tidak lantas membuat daya tarik investasi di Indonesia menurun.
Kepala BKF Febrio Kacaribu mengaku tidak khawatir mengenai dampak kenaikan tarif PPN terhadap ekonomi. Menurutnya, sistem PPN di Indonesia lebih menarik dibandingkan dengan Vietnam yang justru memangkas tarif PPN dari 10% menjadi 8%.
"Di Vietnam itu tidak ada belanja perpajakan. Kalau kita punya belanja perpajakan…yang [untuk] PPN saja Rp265,6 triliunan," katanya, dikutip pada Minggu (22/12/2024).
Febrio menuturkan setiap negara dapat menentukan sistem pajak dengan mempertimbangkan kondisi perekonomiannya. Di Indonesia, pemerintah dan DPR sepakat menaikkan tarif PPN secara menjadi 12% pada tahun depan.
Meski begitu, negara tetap memberikan berbagai fasilitas pajak untuk menjaga daya beli masyarakat. Contoh, pembebasan PPN terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas seperti bahan makanan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa keuangan.
Dia juga menjelaskan besarnya fasilitas PPN di Indonesia ini tecermin dari data yang disajikan dalam laporan belanja perpajakan setiap tahun. Pada 2025, belanja perpajakan PPN diproyeksikan mencapai Rp265,6 triliun.
Hal ini berbeda dengan Vietnam yang walaupun memiliki tarif PPN lebih rendah, tidak memberikan banyak fasilitas pembebasan untuk masyarakat.
"Kalau ditanya insentif perpajakan, apalagi insentif PPN khususnya, Indonesia jauh lebih generous dibandingkan Vietnam," ujar Febrio. (rig)