Ilustrasi. Gedung Badan Kebijakan Fiskal.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menyatakan kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan perekonomian nasional diperkirakan tetap akan konsisten tumbuh di atas 5%.
"Dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan," katanya dalam keterangan resmi, dikutip pada Minggu (22/12/2024).
Kenaikan tarif PPN hanya akan menimbulkan tambahan inflasi sebesar 0,2 poin persentase. Adapun saat ini inflasi Indonesia tetap terjaga rendah pada level 1,6%.
"Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5% hingga 3,5%," ujar Febrio.
Guna mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, kenaikan tarif PPN diimbangi dengan tambahan stimulus seperti diskon tarif listrik sebesar 50% selama 2 bulan; pemberian bantuan pangan beras 10 kg kepada 16 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama 2 bulan.
Kemudian, PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi pekerja sektor padat karya; PPN DTP atas minyak goreng MinyaKita, tepung terigu, dan gula industri; dan lain-lain.
"Pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap dijaga sesuai target APBN sebesar 5,2%," tutur Febrio.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso sebelumnya menyatakan fasilitas-fasilitas diberikan bersamaan dengan pemberlakuan tarif PPN 12% guna mempertahankan daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Mengingat konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar kurang lebih 50% terhadap perekonomian nasional, daya beli masyarakat harus dijaga salah satunya dengan pengendalian inflasi.
"Beberapa [komoditas] yang secara hukum harus naik tetapi situasinya belum memungkinkan karena akan berdampak pada daya beli dan konsumsi, diganjel dengan DTP tadi. Jadi ini bukan akal-akalan jangka pendek untuk nyenengin masyarakat," kata Susiwijono. (rig)