UU HPP

Ikut PPS? Permohonan Keberatan, Banding, hingga PK Harus Dicabut

Redaksi DDTCNews | Jumat, 15 Oktober 2021 | 20:05 WIB
Ikut PPS? Permohonan Keberatan, Banding, hingga PK Harus Dicabut

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak orang pribadi yang akan mengungkapkan harta perolehan 2016-2020 dalam program pengungkapan sukarela (PPS) harus mencabut beberapa permohonan, termasuk keberatan, banding, dan peninjauan kembali.

Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), untuk mengikuti program tersebut, wajib pajak orang pribadi harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), membayar pajak penghasilan (PPh) final, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2020.

“Wajib pajak orang pribadi mengungkapkan harta bersih … melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada direktur jenderal pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022, bunyi Pasal 10 ayat (1) UU HPP yang disahkan DPR pada 7 Oktober 2021, dikutip pada Jumat (15/10/2021).

Baca Juga:
Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Dalam UU HPP, wajib pajak juga harus mencabut beberapa permohonan, antara lain:

  1. pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
  2. pengurangan atau penghapusan sanksi administratif;
  3. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
  4. pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
  5. keberatan;
  6. pembetulan;
  7. banding;
  8. gugatan; dan/atau
  9. peninjauan kembali.

Pencabutan dilakukan jika wajib pajak sedang mengajukan permohonan tersebut dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan. Simak pula ‘Perincian Ketentuan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak UU HPP’.

Adapun pernyataan mencabut permohonan-permohonan tersebut juga wajib dilampirkan saat menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta. Selain pernyataan pencabutan permohonan itu, ada beberapa dokumen yang wajib dilampirkan.

Baca Juga:
Jelang Lebaran, DJP Tegaskan Pegawainya Tidak Boleh Terima Gratifikasi

Pertama, bukti pembayaran PPh yang bersifat final. Kedua, daftar perincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan. Ketiga, daftar utang.

Keempat, pernyataan mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah NKRI jika wajib pajak bermaksud mengalihkan harta bersih yang berada di luar NKRI ke dalam NKRI.

Kelima, pernyataan akan menginvestasikan harta bersih jika wajib pajak bermaksud menginvestasikan harta bersih.

Data dan informasi yang bersumber dari surat pemberitahuan pengungkapan harta dan lampirannya tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak. Simak ‘Ikut Program Pengungkapan Sukarela, WP Bakal Dapat Perlakuan Ini’. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 15:31 WIB PENGAWASAN PAJAK

Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA TANJUNG REDEB

Omzet Belum Tembus Rp 4,8 Miliar, Rumah Makan Padang Kukuh Ajukan PKP

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?

BERITA PILIHAN
Kamis, 28 Maret 2024 | 15:47 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bansos Beras Hingga Akhir Tahun, Jokowi: Saya Usaha, Tapi Enggak Janji

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:31 WIB PENGAWASAN PAJAK

Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jatuh pada Hari Libur, Batas Waktu Pelaporan SPT Tahunan Tidak Diundur

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:17 WIB PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Optimalisasi Dua PP Perpajakan Migas Jadi Cara untuk Genjot PNBP Migas

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:15 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

RUU Daerah Khusus Jakarta Disetujui DPR, Hanya PKS yang Menolak