BERITA PAJAK HARI INI

Ikut PPS? Ini Risiko Jika Wajib Pajak Tidak Ungkap Seluruh Harta

Redaksi DDTCNews
Senin, 06 Juni 2022 | 08.29 WIB
Ikut PPS? Ini Risiko Jika Wajib Pajak Tidak Ungkap Seluruh Harta

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS), wajib pajak diimbau untuk mengungkap seluruh harta yang selama ini belum dilaporkan. Imbauan dari Ditjen Pajak (DJP) tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (6/6/2022).

Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Adella Septikarina mengatakan PPS menjadi kesempatan bagi wajib pajak untuk mengungkap harta yang belum dilaporkan kepada otoritas pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

“Ikut PPS harus all out. Semua harta laporkan,” ujarnya.

Adella mengatakan dalam skema kebijakan II, jika masih ada yang diketahui masih belum diungkap melalui PPS, DJP dapat menerbitkan ketetapan pajak. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Untuk peserta tax amnesty, jika masih memiliki harta yang belum dilaporkan dan tidak diikutkan dalam skema kebijakan I PPS, akan ada risiko pembayaran pajak lebih besar. Tarif yang dikenakan sebesar 30% dan sanksi kenaikan 200% sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak.

Selain PPS, ada pula bahasan mengenai permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada seluruh pejabat negara, baik pada pemerintah pusat maupun daerah, agar menjadi contoh yang baik dalam kepatuhan membayar pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Perlindungan Data Harta yang Dilaporkan

Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Adella Septikarina mengatakan dengan mengikuti PPS, baik skema kebijakan I maupun II, wajib pajak mendapat perlindungan data atas harta yang diungkap.

“Data dan informasi yang Kawan Pajak sudah laporkan di SPPH itu tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak. Jadi, datanya aman,” kata Adella.

Sebagai informasi, hingga Minggu, 5 Juni 2022 pukul 08.00 WIB, sudah ada 61.108 wajib pajak yang mengikuti PPS. Total harta yang sudah diungkap wajib pajak melalui PPS tercatat senilai Rp124,48 triliun. DJP sudah menerbitkan 71.705 surat keterangan. (DDTCNews)

Kepatuhan Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah terus membuat berbagai terobosan untuk meningkatkan penerimaan pajak dan tax ratio. Agar terobosan itu berjalan lebih efektif, lanjutnya, pejabat negara dapat ikut berperan sebagai role model kepatuhan pajak bagi masyarakat.

"Pemerintah mengajak setiap penyelenggara negara, pejabat publik, dan pimpinan pemerintahan, termasuk pemerintah daerah, untuk memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dalam hal kepatuhan pembayaran pajak," katanya. (DDTCNews)

Tidak Bergantung pada Harga Komoditas

Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji berpendapat pada tahun depan, pemerintah telah memiliki modal kuat, khususnya dengan berbagai reformasi yang sudah dilakukan selama ini, untuk mengamankan penerimaan.

Berbagai reformasi yang dilakukan antara lain penerbitan UU HPP, pembaruan core tax system, penggunaan strategi compliance risk management, serta pembenahan proses bisnis DJP. Agenda penegakan hukum pasca-PPS, optimalisasi pajak dari sektor digital, serta kepatuhan pajak kelompok high wealth individuals bisa jadi pilihan.

Oleh karena itu, ada atau tidak adanya boom commodity, pemerintah harus tetap mempersiapkan reformasi perpajakan, baik dari sisi target, strategi, maupun agenda reformasi pajak yang berjalan secara konsisten.

“Artinya, berkah komoditas hendaknya tidak menimbulkan ketergantungan bagi penerimaan karena bersifat volatile,” katanya. (Kontan)

PPh Badan dan PPh Migas

Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023 disebutkan terdapat korelasi positif penerimaan PPh badan dan PPh migas dengan volatilitas harga komoditas berbasis sumber daya alam.

“Korelasi positif antara penerimaan pajak, khususnya PPh badan dan PPh migas, dengan harga komoditas sejalan dengan tingginya nilai ekspor komoditas Indonesia,” tulis pemerintah dalam dokumen tersebut.

Pemerintah memaparkan ketika harga komoditas naik pada 2018 dan 2021, penerimaan PPh badan dan PPh migas juga meningkat. Sebaliknya, ketika harga komoditas turun pada 2016 dan 2020, penerimaan PPh badan dan PPh migas juga menurun. (DDTCNews)

Pengelolaan Insentif Perpajakan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat belum terpusatnya pengelolaan insentif perpajakan yang dilakukan DJP. DJP tak memiliki fungsi yang mengelola insentif secara terpusat baik pada suatu unit tertentu atau melalui ketentuan tata kelola tertentu.

"Pengelolaan dan proses bisnis tersebar dan melekat pada tugas pokok dan fungsi di beberapa direktorat," tulis BPK pada LHP Kinerja atas Efektivitas Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun 2020 sampai dengan Semester I/2021. Simak ‘BPK Soroti DJP Soal Pengelolaan Insentif Pajak yang Belum Terpusat’. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.