UU HPP

Faktur Pajak Fiktif, Sri Mulyani: Sanksinya Lebih Berat di UU HPP

Muhamad Wildan | Jumat, 08 Oktober 2021 | 14:30 WIB
Faktur Pajak Fiktif, Sri Mulyani: Sanksinya Lebih Berat di UU HPP

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Kamis (7/10/2021).

JAKARTA, DDTCNews - UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur kenaikan besaran sanksi denda yang harus dibayar oleh wajib pajak untuk penghentian penyidikan atas kasus faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau fiktif.

Pada Pasal 44B ayat (2) huruf c UU KUP yang diubah melalui UU HPP, penyidikan wajib pajak akibat melanggar Pasal 39A UU KUP hanya bisa dihentikan bila wajib pajak melunasi jumlah pajak pada faktur pajak dan denda 4 kali lipat dari jumlah pajak pada faktur pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sanksi administrasi denda yang dikenakan pada ketentuan sebelumnya hanya 3 kali lipat dari jumlah pajak pada faktur pajak. Dengan UU HPP, sanksi denda penghentian penyidikan tersebut menjadi lebih berat.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

"Dilakukan sanksi yang lebih berat di UU HPP karena ini sudah kriminal. Orang-orang yang membuat faktur pajak fiktif sehingga dia mengambil pajak orang lain atau tidak menyetorkan kepada negara," katanya, Jumat (8/10/2021).

Meski sanksi denda atas pelanggaran Pasal 39A ditingkatkan, UU HPP ternyata menurunkan sanksi denda yang harus dibayar oleh wajib pajak yang melakukan tindak pidana perpajakan akibat kealpaan sesuai dengan Pasal 38 UU KUP.

Pada Pasal 44B ayat (2) huruf a UU KUP yang diubah dengan UU HPP, penghentian penyidikan terhadap wajib pajak yang melanggar Pasal 38 UU KUP dilakukan bila wajib pajak melunasi pokok pajak dan denda sebesar 1 kali dari pokok pajak yang kurang dibayar.

Baca Juga:
Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

"Jadi DPR dan pemerintah memberikan gradasi agar compliance makin baik tapi tetap affordable bagi mereka yang memang tidak berniat melakukan suatu kejahatan perpajakan," ujar Sri Mulyani.

Untuk penghentian penyidikan atas wajib pajak yang melakukan tindak pidana perpajakan secara sengaja dan melanggar Pasal 39 UU KUP, wajib pajak tetap harus membayar pokok pajak ditambah dengan denda sebesar 3 kali pokok pajak yang kurang dibayar. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

08 Oktober 2021 | 21:00 WIB

Sanksi yang berat memang harus diberikan kepada pembuat faktur pajak yang fiktif atau faktur pajak yang dimanipulasi. Hal ini bisa mengakibatkan kerugian negara. Tidak ada alasan lagi kenapa harus diberikan sanksi yang berat.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN