EKONOMI DIGITAL

DJP Berkomitmen Aktif Dorong Tercapainya Konsensus Pajak Digital

Muhamad Wildan
Selasa, 12 Januari 2021 | 16.29 WIB
DJP Berkomitmen Aktif Dorong Tercapainya Konsensus Pajak Digital

Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol saat menyampaikan keynote speech dalam webinar bertajuk Digital Transaction in Taxation, Selasa (12/1/2021). (tangkapan layar Zoom)

SURABAYA, DDTCNews – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berkomitmen untuk terus berperan aktif dalam negosiasi bersama negara mitra guna menciptakan sistem pajak internasional yang lebih baik.

Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan Indonesia telah berperan aktif dalam pembahasan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Project, termasuk dalam task force yang membahas BEPS Action 1: Tax Challenges Arising from Digitalization.

"Kami turut aktif mewakili suara negara berkembang dalam mendorong distribusi hak pemajakan guna menciptakan sistem perpajakan yang berkeadilan," ujar John dalam webinar bertajuk Digital Transaction in Taxation, Selasa (12/1/2021).

Dalam keynote speech-nya, John mengatakan tercapainya konsensus atas Pillar 1: Unified Approach dan Pillar 2: Global Anti-Base Erosion (GloBE) berperan penting untuk menciptakan kepastian sistem perpajakan internasional.

Tercapainya konsensus diharapkan mampu mengurangi pengenaan pajak secara unilateral yang mulai dilakukan oleh beberapa negara dalam bentuk digital service tax (DST) ataupun pajak sejenis lainnya. Indonesia, sambung John, berharap Pillar 1 dan Pillar 2 bisa disepakati pada pertengahan 2021.

Menurutnya, masalah perpajakan yang timbul akibat perkembangan ekonomi digital makin urgen untuk segera ditindaklanjuti akibat pandemi Covid-19. Sistem perpajakan internasional yang ada saat ini belum mampu merespons tantangan tersebut.

Dalam acara yang digelar Tax Center Politeknik Ubaya dan Kanwil DJP Jawa Timur I ini, John mengatakan Indonesia sebagai negara anggota Inclusive Framework mendorong OECD dan yurisdiksi anggota untuk menciptakan skema pemajakan yang sederhana atas kedua pilar.

"Skema yang sederhana dibutuhkan untuk menekan compliance cost wajib pajak dan menekan biaya administrasi otoritas pajak agar tetap efisien," ujar John.

Proposal Pillar 1 yang diusung oleh OECD mendorong realokasi hak pemajakan kepada yurisdiksi pasar agar suatu korporasi bisa dipajaki meski tidak memiliki kehadiran fisik pada yurisdiksi tersebut. Adapun Pillar 2 mendorong pengenaan pajak minimum global untuk meminimalisasi praktik BEPS. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.