Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen pajak dapat menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan berpedoman pada prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya (substance over form).
Ketentuan dalam Pasal 32 ayat (4) PP 55/2022 tersebut berlaku jika terdapat praktik penghindaran pajak yang tidak dapat dicegah menggunakan mekanisme yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) peraturan tersebut. Hal ini juga dimuat dalam penjelasan Pasal 18 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.
“Jika instrumen pencegahan spesifik tidak dapat digunakan, dirjen pajak dapat menerapkan prinsip substance over form,” jelas Ditjen Pajak (DJP) dalam keterangan resminya, dikutip pada Senin (26/12/2022).
Sesuai dengan Pasal 44, pelaksanaan pencegahan praktik penghindaran pajak yang dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4) PP 55/2022 tersebut dilakukan dengan menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang.
Penentuan dilakukan dengan memperhatikan batasan kewenangan dan prosedur pelaksanaan; kegiatan yang dilakukan wajib pajak masuk dalam cakupan penghindaran pajak; tahapan pengujian formil dan materiil; mekanisrne penjaminan kualitas; dan/atau perlindungan hak wajib pajak.
“Pencegahan praktik penghindaran pajak .. dilaksanakan dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan wajib pajak tetap dapat melakukan upaya penyelesaian sengketa,” bunyi penggalan Pasal 44 ayat (2) PP 55/2022.
Adapun ketentuan mengenai batasan kewenangan dan prosedur pelaksanaan, kegiatan wajib pajak yang masuk dalam cakupan penghindaran pajak, tahapan pengujian formil dan materiil, mekanisme penjaminan kualitas, serta perlindungan hak wajib pajak diatur dalam peraturan menteri keuangan.
Sebagi informasi, mekanisme pencegahan praktik penghindaran pajak yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) PP 55/2022 dapat dibaca pada artikel 'Peraturan Baru, Ini Beragam Mekanisme Pencegahan Penghindaran Pajak'. (kaw)