Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam sosialisasi fasilitas pajak bagi perusahaan go public. (foto: Twitter DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mendorong perusahaan melantai di bursa. Deretan insentif kembali diangkat menjadi nilai jual.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan skema insentif sudah berlaku untuk perusahaan yang beralih menjadi emiten. Salah satunya adalah beban PPh badan yang lebih rendah.
“Salah satu insentif yang tersedia adalah pengurangan tarif pajak penghasilan dari 25% menjadi 20%. Untuk pajak, sejak 1994 kami sudah buat skema untuk dorong perusahaan go public,” katanya di Kantor Pusat DJP, Senin (29/4/2019).
Selain beban PPh badan yang lebih rendah 5% dari tarif normal, terdapat juga insentif lain untuk perusahaan yang sudah melantai di bursa atau melakukan initial public offering (IPO). Ada fasilitas bagi pemegang saham yang saham perusahaannya tercatat sebagai emiten.
Fasilitas tersebut yakni pajak transaksi saham sebesar 0,1% dari nilai transaksi dan ditambah 0,5% dari nilai IPO bagi pemegang saham pendiri. Kemudian, tarif 0,1% dari nilai transaksi bagi pemegang saham lainnya. Fasilitas ini jauh lebIh rendah dari perusahaan yang tidak IPO, di mana penghasilan dari keuntungan saham dikenakan pajak berkisar antara 5%-30%.
Selain soal tarif, pelayanan untuk wajib pajak badan masuk bursa juga berbeda dengan WP badan umumnya. Seluruh emiten akan masuk dalam pelayanan KPP khusus untuk perusahaan masuk bursa. Dengan demikian, standar pelayanan perpajakan akan sama untuk semua wajib pajak.
Hestu menambahkan saat ini setidaknya terdapat 27 perusahaan yang mulai persiapan untuk meluncurkan penawaran saham perdana kepada publik. Dengan demikian, jumlah emiten yang saat ini sejumlah 629 akan bertambah pasca pemilu.
“Di pipeline masih ada 27 perusahaan. Tampaknya pemilu tidak mengurangi minat perusahaan untuk masuk ke pasar modal,” imbuhnya. (kaw)