JAKARTA, DDTCNews – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah mengkaji aturan kewajiban pengungkapan (mandatory disclosure rules/MDR), aksi ke-12 proyek base erotion and profit shifting (BEPS). Aturan ini akan mewajibkan wajib pajak untuk melaporkan skema perencanaan pajak (tax planning) yang dibuatnya kepada otoritas pajak.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan skema perpajakan tersebut harus dilaporkan wajib pajak, termasuk para promotornya. Artinya, bukan hanya konsultan pajak melainkan juga adviser yang lain.
“Konsultan keuangan, bank, pengacara, atau orang pribadi. Itu pun dia harus report ke kantor pajak,” ujarnya saat ditemui di Gedung Mar’ie Muhammad, Ditjen Pajak, Jumat (17/3).
John menjelaskan, saat ini nyaris semua otoritas pajak di dunia tengah menghadapi permasalahan yang sama, yaitu adanya asimetris informasi antara wajib pajak dan petugas pajak yang tidak seimbang. “Ini menimbulkan permasalahan, ditambah lagi dengan tax planning yang agresif,” katanya.
Sebagai proyek BEPS yang telah disepakati oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, suka tidak suka, Indonesia sebagai anggota komunitas internasional harus mengadopsi standar internasional tersebut ke dalam aturan domestik.
Menurutnya, salah satu contoh negara yang sudah menerapkan MDR ini adalah Inggris. Karena itu, beberapa waktu lalu Ditjen Pajak berkunjung ke otoritas pajak Inggris (Her Majesty's Revenue Customs/HMRC) untuk mempelajari bagaimana otoritas pajak di sana mengeluarkan regulasi soal kewajiban keterbukaan informasi tax planning yang agresif ini.
“Sekarang ini Ditjen Pajak masih dalam proses pelajari, dan kami akan keluarkan aturan itu,” jelas John. (Amu)