JAKARTA, DDTCNews – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) meminta para pelaku ekspor-impor untuk memperkirakan secara matang waktu pergerakan peti kemas di pelabuhan. Pasalnya, banyak di antara mereka terkena denda lantaran terlambat mengembalikan peti kemas pada perusahaan pelayaran.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea Cukai Robert Leonard Marbun mengatakan tidak semua denda yang dikenakan pada eksportir dan importir berasal dari pemerintah, tetapi juga dari pihak shipping line atau perusahaan pelayaran pemilik peti kemas.
“Untuk menghindari tambahan biaya yang tidak perlu, baiknya importir, eksportir, dan masyarakat mengenal demurrage,” katanya, Rabu (5/10) seperti dikutip laman DJBC.
Demurrage sendiri adalah batas waktu pemakaian peti kemas di dalam pelabuhan (container yard). Batas waktu barang impor dihitung sejak proses bongkar peti kemas (discharges) dari sarana pengangkut atau kapal hingga peti kemas keluar dari pintu pelabuhan (get out).
Sementara demurrage bagi barang ekspor dihitung mulai dari pintu masuk pelabuhan (get in) sampai peti kemas dimuat (loading) ke atas sarana pengangkut atau kapal.
Dia menambahkan umumnya setiap perusahaan pelayaran memberikan batas waktu penggunaan peti kemas selama 7-10 hari sejak kapal atau barang tiba di pelabuhan. Namun, tidak jarang perusahaan pelayaran memberikan kelonggaran waktu (free time demurrage) bagi eksportir dan importir penyewa peti kemas.
Lamanya free time tergantung kesepakatan antara perusahaan pemilik peti kemas dengan pihak penyewa, biasanya berkisar antara 10-21 hari sejak berakhirnya batas waktu penggunaan peti kemas di pelabuhan.
Menurutnya ada banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan pengembalian peti kemas di antaranya terjadinya kongesti atau penumpukan peti kemas yang berlebih di pelabuhan, masalah pelarangan dan pembatasan yang mengakibatkan waktu mengurus perizinan menjadi semakin lama. (Amu)