JAKARTA, DDTCNews –  Masih ada lima Undang-Undang Perpajakan yang siap antre di DPR untuk dilakukan revisi. Revisi tersebut bertujuan untuk mereformasi UU Perpajakan Indonesia sekaligus meningkatkan penerimaan negara melalui sektor pajak.
Direktur Perpajakan Internasional John Hutagaol mengatakan program UU Pengampunan Pajak mampu memicu UU perpajakan lainnya untuk mereformasi Indonesia. Upaya ini untuk menangani penghindaran pajak, membenahi peraturan domestik, dan membenahi UU perbankan yang masih menghambat reformasi perpajakan nasional.
"Tax amnesty ini memicu reformasi perpajakan Indonesia secara total. Selanjutnya akan disusul oleh UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), dan masih ada 4 UU lagi," ujarnya di Jakarta, Selasa (4/10).
Ia menambahkan UU KUP yang akan direvisi dan dibahas di DPR mengenai hak dan kewajiban wajib pakak terhadap sanksi di bidang perpajakan dan lainnya. Setelah UU KUP, UU PPh (Pajak Penghasilan), UU PPN (Pajak Pertambahan Nilai), UU Bea Materai, dan UU Pajak Bumi Bangunan (PBB).
Menurutnya, UU PPh hingga kini masih dirisaukan oleh segenap masyarakat terkait tarif yang dikenakan dalan UU tersebut. Draf revisi pada UU PPh dinyatakan sudah selesai, kemudian DPR akan membahas UU PPh ini pada waktu yang tepat.
Reformasi administrasi di bidang perpajakan ini untuk menangani permasalahan yang terjadi di seluruh masyarakat. Permasalahan tersebut meliputi anggaran, Sumber Daya Manusia (SDM), struktur organisasi untuk petugas pajak pada masa mendatang, dan mengenai penegakan hukum yang berlaku.
Selain itu, pemerintah juga akan membentuk Direktorat Intelijen untuk menjalankan hukum dan pemberian sanksi. Mengingat, Direktorat Perpajakan Internasional bertugas untuk melakukan pertukaran dengan negara lain pada tahun-tahun mendatang atau disebut juga Automatic Exchange of Information (AEoI).
"Pemerintah harus optimis dalam melakukan reformasi di bidang kebijakan serta kebijakan administrasinya untuk menegakkan hukum," tuturnya. (Amu)