Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak badan dapat mengajukan pengurangan pembayaran pajak bumi dan bangunan perkebunan, perhutanan, pertambangan migas, panas bumi, minerba, dan lainnya (PBB-P5L).
Pengurangan PBB-P5L terutang dapat diberikan asalkan wajib pajak memenuhi salah satu dari 2 kondisi. Pertama, karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak. Kedua, objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
“Pengurangan PBB diberikan berdasarkan permohonan wajib pajak yang ditujukan kepada menteri keuangan dan disampaikan melalui Kepala KPP,” bunyi penggalan Pasal 5 ayat (1) PMK 82/2017, dikutip pada Jumat (3/3/2023).
Merujuk pada pasal 2 ayat (2), kondisi tertentu yang dimaksud ialah wajib pajak mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada akhir tahun buku sebelum tahun pengajuan permohonan pengurangan PBB-P5L, dalam hal menggunakan pembukuan.
Bisa juga, mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas akhir tahun kalender sebelum tahun pengajuan permohonan pengurangan PBB, dalam hal wajib pajak melakukan pencatatan.
Lebih lanjut, penilaian kerugian didasarkan pada laporan keuangan komersial yang dilampirkan dalam SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh). Selain itu, penilaian kerugian juga bisa dari pencatatan yang dilampirkan dalam SPT Tahunan apabila tidak melakukan pembukuan.
Sementara itu, kesulitan likuiditas yang dimaksud adalah kondisi ketidakmampuan wajib pajak dalam membayar utang jangka pendeknya dengan kas yang diperoleh dari kegiatan usaha. Alhasil, akan ada penilaian lagi terkait dengan likuiditas wajib pajak badan.
Untuk kriteria objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa, contoh sebab lain yang luar biasa tersebut antara lain seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit tanaman, dan hama tanaman.
Wajib pajak badan yang mengajukan pengurangan PBB-P5L akan diberikan fasilitas pengurangan paling tinggi 75% untuk kondisi pertama. Untuk kondisi kedua, dapat diberikan pengurangan paling tinggi 100% dari PBB terutang. (sabian/rig)