Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kendati nomor induk kependudukan (NIK) sudah dipersamakan dengan NPWP, kenaikan pengenaan tarif pajak atas wajib pajak tidak ber-NPWP sebagaimana diatur pada Pasal 21, Pasal 22, atau Pasal 23 UU PPh tetap berlaku.
Penyuluh Pajak Ahli Madya Ditjen Pajak (DJP) Yudha Wijaya mengatakan NIK milik wajib pajak orang pribadi tak serta merta diperlakukan sebagai NPWP. Menurutnya, NIK tetap harus diaktivasi sebagai NPWP terlebih dahulu.
"Tidak serta merta NIK itu menjadi NPWP. Tetap pihak pemberi imbalan harus bertanya kepada penerima imbalan tadi, sudah punya NPWP belum? NIK-nya sudah diaktivasi belum?," katanya, dikutip pada Minggu (5/2/2023).
Pada Pasal 21, wajib pajak dikenai PPh Pasal 21 sebesar 20% lebih tinggi bila tidak memiliki NPWP. Pada Pasal 22 dan Pasal 23, wajib pajak dikenai pemungutan/pemotongan sebesar 100% lebih tinggi bila tidak memiliki NPWP.
Mengingat UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 112/2022 telah menetapkan NIK sebagai NPWP bagi wajib pajak orang pribadi penduduk maka aktivasi NIK diperlukan.
Saat ini, baik NIK maupun NPWP berformat 15 digit masih sama-sama digunakan untuk keperluan administrasi perpajakan. Namun, NPWP berformat 15 digit hanya dapat sampai dengan 31 Desember 2023. Mulai 1 Januari 2024, NIK resmi menggantikan NPWP berformat 15 digit.
"Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2024 wajib pajak menggunakan NIK sebagai NPWP dan NPWP dengan format 16 digit dalam layanan administrasi yang diselenggarakan oleh DJP dan pihak lain," bunyi Pasal 11 ayat (1) huruf a PMK 112/2022.
Wajib pajak orang pribadi penduduk yang hendak melakukan aktivasi NIK sebagai NPWP dapat melakukannya lewat DJP Online. Bila aktivasi tidak dilakukan secara mandiri, NIK akan diaktivasi secara jabatan oleh DJP. (rig)