BERITA PAJAK HARI INI

PP 23/2018 Dicabut, Bagaimana Penghitungan Waktu PPh Final UMKM?

Redaksi DDTCNews
Senin, 26 Desember 2022 | 08.43 WIB
PP 23/2018 Dicabut, Bagaimana Penghitungan Waktu PPh Final UMKM?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – PP 55/2022 turut memuat ketentuan PPh final UMKM. Dengan berlakunya beleid tersebut, PP 23/2018 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (26/12/2022).

Melalui keterangan resminya, Ditjen Pajak (DJP) mengatakan dengan adanya PP 55/2022, jangka waktu pengenaan PPh final 0,5% terhadap peredaran bruto (omzet) tetap meneruskan ketentuan yang ada dalam PP 23/2018.

“Jangka waktu tertentu pengenaan PPh final tetap meneruskan jangka waktu berdasarkan PP 23/2018 atau tidak diulang dari awal,” tulis DJP dalam siaran persnya.

Sesuai dengan Pasal 69 PP 55/2022, untuk wajib pajak orang pribadi serta badan berbentuk koperasi persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas yang terdaftar sebelum berlakunya PP 23/2018, jangka waktu dihitung sejak 2018 sampai dengan:

  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PP 23/2018 sepanjang wajib pajak masih memenuhi kriteria untuk dikenai PPh final berdasarkan pada PP 55/2022; atau
  2. wajib pajak tidak lagi memenuhi kriteria untuk dikenai PPh final berdasarkan pada PP 55/2022 meskipun jangka waktu (poin 1) belum berakhir.

Masih sesuai dengan Pasal 69 PP 55/2022, untuk wajib pajak orang pribadi serta badan berbentuk koperasi persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas yang terdaftar setelah berlakunya PP 23/2018, jangka waktu dihitung sejak tahun pajak wajib pajak terdaftar sampai dengan:

  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PP 23/2018 sepanjang wajib pajak masih memenuhi kriteria untuk dikenai PPh final berdasarkan pada PP 55/2022
  2. Wajib Pajak tidak lagi memenuhi kriteria untuk dikenai PPh final berdasarkan pada PP 55/2022 meskipun jangka waktu (poin 1) belum berakhir.

Kemudian, wajib pajak orang pribadi dan badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas yang terdaftar sebelum berlakunya PP 55/2022 dan tidak lagi memenuhi syarat untuk menjalankan kewajiban perpajakan berdasarkan pada PP 23/2018, tidak dapat dikenai PPh final berdasarkan pada PP 55/2022.

Selain mengenai penghitungan jangka waktu pengenaan PPh final UMKM, ada pula ulasan terkait dengan instrumen pencegahan penghindaran pajak yang juga diatur dalam PP 55/2022. Ada juga bahasan tentang skema penilaian natura dan kenikmatan yang diterima oleh wajib pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

BUMDes dan BUMDesma

DJP mengatakan dengan PP 55/2022, otoritas melakukan penyesuaian pengaturan terkait dengan PPh final atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu sampai dengan Rp4,8 miliar (PPh final UMKM) yang sebelumnya diatur dalam PP 23/2018.

Pada subjek pajaknya, selain orang pribadi, ada pula Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, atau badan usaha milik desa (BUMDes)/badan usaha milik desa bersama (BUMDesma).

“Wajib Pajak orang pribadi dengan peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak tidak dikenai PPh final 0,5%,” tulis DJP dalam siaran persnya. (DDTCNews)

Jangka Waktu PPh Final PP 55/2022

Sesuai dengan Pasal 59 PP 55/2022, jangka waktu tertentu pengenaan PPh final UMKM paling lama 7 tahun pajak (orang pribadi); 4 tahun pajak (koperasi, persekutuan komanditer, firma, BUMDes/BUMDesma, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 orang); dan 3 tahun pajak (perseroan terbatas).

Bagi wajib pajak yang terdaftar setelah berlakunya PP 55/2022 ini, 20 Desember 2022, jangka waktu pengenaan PPh final dihitung sejak tahun pajak wajib pajak bersangkutan terdaftar. Bagi wajib pajak BUMDes/BUMDesma atau perseroan perorangan yang terdaftar sebelum berlakunya PP 55/2022, jangka waktu dihitung sejak tahun pajak beleid ini berlaku. (DDTCNews)

Pencegahan Penghindaran Pajak

DJP mengatakan sesuai dengan PP 55/2022, instrumen pencegahan penghindaran pajak menggunakan instrumen pencegahan yang spesifik untuk skema penghindaran pajak tertentu serta penerapan prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya.

Instrumen yang dimaksud adalah pembatasan biaya pinjaman, pengaturan controlled foreign company, pencegahan dan penanganan sengketa transfer pricing, penanganan skema special purpose company, dan penanganan hybrid mismatch arrangement.

"Jika instrumen pencegahan spesifik tidak dapat digunakan, dirjen pajak dapat menerapkan prinsip substance over form,” tulis DJP dalam siaran persnya. Simak ‘Peraturan Baru, Ini Beragam Mekanisme Pencegahan Penghindaran Pajak’. (DDTCNews)

Penilaian Penghasilan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan

PP 55/2022 memuat tata cara penilaian natura dan kenikmatan yang diterima oleh wajib pajak dari pemberi kerja. Bila wajib pajak menerima penggantian atau imbalan dalam bentuk natura, penilaian dilakukan berdasarkan harga pasar.

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura merupakan imbalan atau penggantian dalam bentuk barang selain uang yang dialihkan kepemilikannya dari pemberi kepada penerima. Barang yang dialihkan tersebut dinilai berdasarkan nilai pasar.

Bila wajib pajak menerima imbalan dalam bentuk kenikmatan, nilainya adalah sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan atau yang seharusnya dikeluarkan oleh pemberi kenikmatan. Kenikmatan dinilai berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan pemberi untuk menyediakan fasilitas dan/atau pelayanan terkait.

Kenikmatan adalah imbalan berupa hak atas pemanfaatan suatu fasilitas atau pelayanan tertentu. Fasilitas atau pelayanan yang disediakan oleh pemberi tersebut dapat bersumber dari aktiva milik pemberi ataupun dari aktiva pihak ketiga yang disewa oleh pemberi.

Tata cara penilaian dan penghitungan imbalan dalam bentuk natura yang diatur pada Pasal 29 PP 55/2022 masih akan diatur lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan melalui peraturan menteri keuangan (PMK). (DDTCNews)

Pemeriksaan Bukper

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah PMK 177/2022, terkait dengan tata cara pemeriksaan bukti permulaan (bukper) tindak pidana di bidang perpajakan. DJP menyatakan PMK 177/2022 mulai berlaku 60 hari sejak tanggal diundangkan pada 5 Desember 2022, yakni 3 Februari 2023.

“Untuk melaksanakan Pasal 43A UU KUP yang terakhir diubah dengan UU HPP agar lebih berkepastian hukum, perlu dilakukan penggantian atas PMK 239/2014,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor.

Neilmaldrin menjelaskan beberapa ketentuan dalam PMK 177/2022 bersifat menambahkan ketentuan yang sudah ada. Selain itu, ada juga aturan yang sifatnya mengubah atau menyesuaikan ketentuan yang ada. Simak ‘Soal PMK 177/2022 Terkait Pemeriksaan Bukper, Ini Keterangan Resmi DJP’. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.