Petugas Bea Cukai memberikan penjelasan mengenai cukai saat Sosialisasi Ketentuan Dibidang Cukai di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (25/11/2022). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/YU
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp293,08 triliun hingga 14 Desember 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi itu setara dengan 98,01% dari target yang tertuang pada Perpres 98/2022 senilai Rp299 triliun. Menurutnya, penerimaan kepabeanan dan cukai masih mencatatkan pertumbuhan yang positif pemulihan ekonomi berjalan secara kuat.
"Penerimaan dari kepabeanan dan cukai ini cukup resilient. Tahun lalu sebetulnya juga sudah tumbuh tinggi, dan sekarang masih bertahan tumbuh 20,03%," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip pada Rabu (21/12/2022).
Sri Mulyani mengatakan kinerja penerimaan positif terjadi pada seluruh komponen kepabeanan dan cukai, baik cukai, bea masuk, maupun bea keluar. Pada penerimaan cukai, pertumbuhan yang sebesar 17,04% dipengaruhi efek kenaikan tarif bertimbang di tengah penurunan produksi hasil tembakau.
Khusus pada cukai hasil tembakau, realisasinya senilai Rp198,02 triliun atau tumbuh 16,83% yang salah satunya dipengaruhi implementasi kebijakan kenaikan tarif cukai. Produksi hasil tembakau pada November 2022 tercatat sebanyak 28,1 miliar batang, sedangkan pada 1-14 Desember 2022 sebanyak 17,5 miliar batang.
Sementara pada bea masuk, menkeu menyebut realisasi penerimaannya senilai Rp48,18 triliun atau tumbuh 33,09%. Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari periode yang sama 2021, ketika bea masuk tumbuh 19,21%.
Hal ini dipengaruhi harga gas alam yang masih tinggi serta tumbuhnya impor kendaraan dan suku cadang sebagai dampak kembali aktivitas ekonomi dan industri.
Adapun pada bea keluar, Sri Mulyani menyebut penerimaannya hingga 14 Desember 2022 senilai Rp39,17 triliun atau tumbuh 21,65%, melambat dari periode yang sama 2021 yang mencapai 766,08%. Pertumbuhan itu masih ditopang beberapa faktor di antaranya tingginya harga minyak kelapa sawit (CPO) pada Januari-Mei 2022, perubahan struktur tarif bea keluar CPO, serta kebijakan flush out CPO.
"Ini karena kita mencoba secara fleksibel untuk menaikkan [tarif bea keluar]," ujarnya. (sap)