KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Regsosek, BKF: Akurasi Data Jadi Kunci Belanja Negara Berkualitas

Dian Kurniati
Sabtu, 05 November 2022 | 09.30 WIB
Ada Regsosek, BKF: Akurasi Data Jadi Kunci Belanja Negara Berkualitas

Plt. Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Wahyu Utomo. 

JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menilai data yang akurat menjadi kunci untuk membuat belanja negara lebih berkualitas.

Plt. Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Wahyu Utomo mengatakan perumusan kebijakan soal APBN memerlukan data yang akurat dan terbaru, seperti melalui registrasi sosial ekonomi (regsosek). Menurutnya, ketepatan data memiliki peran penting untuk memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan negara memberikan dampak bagi masyarakat.

"Dengan regsosek ini, kita punya harapan besar data menjadi lebih akurat, lebih up to date, aktual, sesuai dengan kondisi terkini, dan menjadi terintegrasi," katanya, dikutip Sabtu (5/11/2022).

Wahyu mengatakan kebijakan fiskal harus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi terdistribusi secara merata dan mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Pemerintah pun harus memastikan APBN sehat agar kebijakan fiskal berjalan efektif.

Melalui APBN yang sehat, pemerintah akan memiliki kemampuan untuk memainkan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi secara optimal sehingga dapat menopang agenda pembangunan. Misalnya menghadirkan kesejahteraan yang terefleksi pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta penurunan kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran.

Wahyu menjelaskan salah satu pilar yang membuat APBN sehat yakni belanja dengan output dan outcome berkualitas. Dalam hal ini, harus ada kesebandingan antara besaran yang dialokasikan dan output yang dihasilkan.

Kemudian, belanja berkualitas juga harus hasilkan manfaat pada ekonomi dan masyarakat, serta mengubah keadaan menjadi lebih baik karena menimbulkan nilai tambah.

Dengan ruang fiskal yang terbatas, artinya perumusan belanja harus dilakukan secara cermat agar setiap pos memperoleh alokasi yang memadai. Apalagi, undang-undang juga mengatur besaran belanja pada pos tertentu secara mandatory seperti pendidikan yang sebesar 20% dari belanja sejak 2009 dan kesehatan sebesar 5% dari belanja sejak 2016.

Dalam kondisi inilah, Wahyu menyebut dibutuhkan data yang lengkap dan akurat agar kualitas belanja dapat terus diperbaiki.

"Dengan belanja yang berkualitas, pasti diharapkan daya ungkitnya akan lebih kuat pada ekonomi dan daya akselerasinya terhadap perbaikan kesejahteraan juga dapat dicapai," ujarnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.