BERITA PAJAK SEPEKAN

Ingat! NIK Jadi NPWP Bikin Transaksi Wajib Pajak Makin Gampang Dilacak

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 30 Juli 2022 | 08.00 WIB
Ingat! NIK Jadi NPWP Bikin Transaksi Wajib Pajak Makin Gampang Dilacak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Dua pekan berjalan, integrasi antara Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) masih santer menyedot perhatian publik. Jika pekan lalu pertanyaan yang bermunculan banyak berkaitan dengan teknis validasinya, kini perhatian bergeser ke efek jangka panjang dari kebijakan ini: perbaikan kepatuhan wajib pajak

Ya, pemanfaatan NIK sebagai NPWP diyakini akan berdampak positif terhadap kepatuhan. Keharusan penggunaan NIK sebagai NPWP jelas mempermudah otoritas pajak untuk melakukan pengawasan. 

Sederhananya, NIK sebagai single data membuat history transaksi wajib pajak dan akses beragam layanan keuangannya terekam jelas. Ditjen Pajak (DJP) pun punya akses luas untuk mengecek data dan informasi keuangan wajib pajak tersebut. 

"Adanya NIK sebagai single data membuat data orang ini di mana pun nanti akan bisa terdeteksi dan kemudian akan kami lihat apakah orang ini bertransaksi," kata Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda Giyarso.

Giyarso menuturkan hampir semua jasa keuangan saat ini telah mewajibkan penggunaan NIK ketika bertransaksi. Misal, ketika membuka rekening bank, pembelian obligasi, pembelian saham, dan pembelian rumah.

Dengan ketentuan tersebut, lanjutnya, kemungkinan DJP menemukan harta yang tidak dilaporkan makin besar. Terlebih, DJP dapat memanfaatkan data dari skema automatic exchange of information (AEOI) serta dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP).

Artikel lengkapnya, baca Integrasi NIK Jadi NPWP, DJP Makin Mudah Lacak Transaksi Wajib Pajak.

Masih soal pengawasan, DJP juga sedang mengembangkan compliance risk management (CRM) dan business intelligence (BI). Kini, pengawasan dan penegakan kepatuhan sudah menuju digitalisasi. 

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan kalau dahulu jumlah wajib pajak sangat terbatas. Dengan kondisi tersebut, pada masa-masa tersebut, DJP masih bisa melakukan pengawasan kepatuhan wajib pajak secara manual.

"[Dahulu] masih memungkinkan pengawasan secara manual. Diawasi satu-satu, diperiksa, dilihatin satu-satu," ujarnya.

Yon mengatakan kondisi saat ini sudah berbeda. Sudah ada sekitar 45 juta wajib pajak terdaftar. Jumlah wajib pajak tersebut juga diperkirakan masih akan terus bertambah. Apalagi, pemerintah telah mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Dengan pola yang berkembang tersebut, artinya tidak memungkinkan lagi pengawasan dilakukan secara manual. Lengkapnya, baca Pengawasan Wajib Pajak oleh DJP, Tidak Dimungkinkan Lagi Secara Manual.

Selain 2 topik di atas masih ada artikel-artikel menarik lainnya. Berikut adalah berita perpajakan terpopuler dalam sepekan terakhir yang sayang untuk dilewatkan:

1. Manfaatkan Insentif PPh Pasal 25, WP Perlu Ajukan Pemberitahuan Lagi
Wajib pajak yang hendak memanfaatkan fasilitas pengurangan angsuran PPh Pasal 25 perlu kembali menyampaikan pemberitahuan ke DJP.

Tercantum dalam Pasal II angka 2 PMK 114/2022, wajib pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan berdasarkan PMK 3/2022 perlu kembali menyampaikan pemberitahuan agar insentif bisa dimanfaatkan.

Agar bisa memanfaatkan insentif pengurangan PPh Pasal 25 sejak masa pajak Juli 2022, pemberitahuan perlu disampaikan selambat-lambatnya 30 hari setelah PMK 114/2022 berlaku. Adapun PMK 114/2022 telah diundangkan dan berlaku sejak 11 Juli 2022.

2. Jurusan Pajak dan Bea Cukai Dihapus dari STAN, Ternyata Ini Alasannya
Mulai 2021 lalu, Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN hanya menerima 3 jurusan Diploma IV, yakni Akuntansi Sektor Publik, Manajemen Keuangan Negara, dan Manajemen Aset Publik. Tidak ada lagi 2 jurusan yang cukup populer sebelumnya yakni Pajak serta Kepabeanan dan Cukai, termasuk untuk program Diploma I dan III.

Susunan jurusan yang dibuka dalam Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) PKN STAN tahun ini pun berlanjut seperti halnya 2021 lalu. Direktur PKN STAN Rahmadi Murwanto menyampaikan dihapusnya 2 jurusan favorit itu bertujuan agar mahasiswa-mahasiswi tidak hanya mematok untuk bekerja di DJP dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. 

Lebih dari itu, peserta didik perlu siap untuk ditempatkan di mana saja sebagai aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Keuangan. 

"Motivasi yang salah di masa lalu itu masuk STAN dapat tiket supaya kerja di DJBC dan DJP. Nah itu berdasarkan penilaian kami ada tuh perilaku negatif seperti itu. Artinya motivasi dari awal bukannya mengabdi sebagai ASN di manapun mereka berada kan," kata Rahmadi.

3. Dirjen Pajak: 4 Peraturan Turunan UU HPP Sudah Masuk Tahap Finalisasi
Dirjen Pajak Suryo Utomo menyatakan pemerintah akan segera merilis 4 peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan turunan UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Suryo mengatakan rancangan PP (RPP) tersebut sedang dalam proses finalisasi. Kemudian, RPP tersebut akan diundangkan dan dirilis kepada publik.

"Saat ini terus berproses dalam tahap finalisasi dan pengundangan 4 RPP," katanya.

Suryo menyebut 4 RPP yang sedang difinalisasi itu terdiri atas 1 RPP tentang pajak penghasilan (PPh), 2 RPP tentang pajak pertambahan nilai (PPN), dan 1 RPP tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP).

4. Pedagang Bakso Didatangi Petugas Pajak, Dicek Omzet dan Aset Usahanya
Seorang pedagang bakso di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan didatangi oleh petugas dari kantor pajak, awal Juli lalu. Usut punya usut, kunjungan oleh pegawai KP2KP Pinrang tersebut merupakan bagian dari kegiatan pengumpulan data lapangan (KPDL) yang rutin dilakukan.

Melalui visit ini, petugas melakukan wawancara terhadap wajib pajak, dalam hal ini adalah pemilik usaha bakso yang terletak di Jalan Poros Pinrang-Polman. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan petugas berkaitan dengan omzet usaha, biaya usaha, hingga status kepemilikan tanah dan bangunan tempat usaha.

Sebenarnya KDPL merupakan aktivitas rutin yang dilakukan unit vertikal DJP. Mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-11/PJ/2020, KPDL dilaksanakan melalui teknik pengamatan potensi pajak, tagging, pengambilan gambar, dan/atau wawancara.

5. Wah! CRM Bikinan DJP Bakal Ampuh Percepat Proses Pemeriksaan Pajak
CRM dan BI memiliki potensi mempercepat proses pemeriksaan oleh DJP atas wajib pajak.

Dengan sistem yang sudah mumpuni, pemeriksaan bisa dilaksanakan secara lebih terarah. Manfaatnya, proses pemeriksaan bakal bisa dilakukan secara lebih singkat.

"Kalau pemeriksaan selesai biasanya 4 sampai 6 bulan, barangkali suatu saat kita bisa kurangi waktunya jadi 2 bulan," ujar Yon Arsal. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.