Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Compliance risk management (CRM) dan business intelligence (BI) memiliki potensi mempercepat proses pemeriksaan oleh Ditjen Pajak (DJP) atas wajib pajak.
Dengan sistem yang sudah mumpuni, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, pemeriksaan bisa dilaksanakan secara lebih terarah. Manfaatnya, proses pemeriksaan bakal bisa dilakukan secara lebih singkat.
"Kalau pemeriksaan selesai biasanya 4 sampai 6 bulan, barangkali suatu saat kita bisa kurangi waktunya jadi 2 bulan," ujar Yon, Kamis (28/7/2022).
Dengan adanya kemajuan ini, wajib pajak akan mendapatkan kepastian hukum secara lebih cepat dibandingkan dengan sebelum adanya CRM dan BI.
Secara umum, CRM, BI, hingga coretax administration system yang saat ini sedang dibangun diharapkan akan mengurangi biaya administrasi yang ditanggung DJP serta memangkas biaya kepatuhan yang ditanggung oleh otoritas.
"Harapan kita tentu administration cost rendah, compliance cost rendah, cooperative compliance, dan ruang penerimaan yang bisa kita improve," ujar Yon.
Untuk diketahui, CRM pemeriksaan dan pengawasan adalah salah satu CRM yang paling awal diluncurkan dan digunakan oleh DJP.
Dengan CRM tersebut, DJP dapat memetakan wajib pajak yang memiliki risiko ketidakpatuhan tinggi dan memberikan prioritas atas wajib pajak tertentu yang perlu diawasi ataupun diperiksa.
Setelah diluncurkan pada 2019, DJP juga tercatat telah melakukan penyempurnaan atas CRM pengawasan dan pemeriksaan pada 2020.
Penyempurnaan dilakukan melalui pemutakhiran data; penambahan data keuangan, data pemicu, dan alat keterangan sebagai variabel CRM; perubahan skoring variabel risiko; serta penambahan informasi pada tampilan, yaitu posisi risiko, detail data, dan informasi ketertagihan wajib pajak. (sap)