Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tengah memberikan paparan dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (27/7/2022).
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat realisasi APBN pada semester 1/2022 mengalami surplus senilai Rp73,6 triliun. Angka tersebut setara dengan 0,39% dari produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.317,2 triliun dan belanja negara Rp1.243,6 triliun. Dengan capaian tersebut, ia berharap defisit anggaran pada akhir tahun ini bisa lebih kecil dari target pada UU APBN 2022.
"Ini 6 bulan berturut-turut APBN surplus," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (27/7/2022).
Sri Mulyani menuturkan pemerintah mengubah postur APBN sejalan dengan kondisi perekonomian saat ini. Defisit APBN 2022 yang semula dirancang Rp868 triliun atau 4,85% dari PDB, kini diturunkan menjadi Rp840 triliun atau 4,5% dari PDB.
Dia kemudian memaparkan pendapatan negara pada semester I/2022 mengalami pertumbuhan hingga 48,5%. Secara nominal, angkanya yang senilai Rp1.317,2 triliun utamanya ditopang oleh penerimaan perpajakan.
Penerimaan perpajakan tercatat Rp1.035,9 triliun yang terdiri atas penerimaan pajak Rp868,3 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp167,6 triliun. Adapun realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp281 triliun.
Dari sisi belanja, lanjut Sri Mulyani, realisasinya sudah mencapai Rp1.243,6 triliun. Realisasi tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat senilai Rp876,5 triliun serta belanja transfer ke daerah dan dana desa sejumlah Rp376,1 triliun.
Menurut menkeu, surplus APBN akan berdampak pada penurunan pembiayaan utang. Pada semester I/2022, pembiayaan utang baru Rp153,5 triliun. Capaian tersebut jauh lebih rendah ketimbang periode yang sama tahun lalu senilai Rp421,1 triliun.
"Semua indikator yang luar biasa positif dari APBN pada semester pertama ini menjadi bekal yang sangat baik bagi kita dalam menghadapi semester kedua," ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan perekonomian pada semester II/2022 diproyeksi akan berada pada kondisi yang makin tidak pasti lantaran terdapat ancaman resesi, inflasi tinggi, kenaikan suku bunga, serta krisis pangan dan energi.
Untuk itu, pemerintah tetap fokus menjaga penerimaan negara seiring dengan pemulihan ekonomi. Di sisi lain, belanja negara juga akan dijaga sehingga bisa sesuai dengan target dan prioritas nasional untuk menjaga pemulihan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan masyarakat.
"Tentu kami dengan menggunakan surplus yang kuat, mengurangi issuance utang sehingga kita tidak terlalu rentan terhadap gejolak ekonomi global," tutur Sri Mulyani. (rig)