Menteri Keuangan Sri Mulyani. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (P2-APBN) 2021 kepada DPR.
Sri Mulyani mengatakan pelaksanaan APBN 2021 masih dipengaruhi pandemi Covid-19. Menurutnya, pemerintah telah menggunakan APBN sebagai countercyclical melawan pandemi sekaligus melindungi ekonomi masyarakat.
"Pemerintah melanjutkan kebijakan APBN yang fleksibel dan selalu responsif selama tahun 2021 mengingat ketidakpastian akibat perubahan covid-19," katanya dalam rapat paripurna DPR, Kamis (30/6/2022).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah sebenarnya memiliki optimisme perekonomian Indonesia akan makin baik pada 2021, seiring dengan tren pemulihan yang berlanjut sejak kuartal III/2020 dan dimulainya program vaksinasi. Meski demikian, pemerintah juga tetap waspada terhadap ancaman dan ketidakpastian yang disebabkan oleh Covid-19.
Dalam perjalanannya, pengelolaan APBN 2021 masih harus bekerja keras, khususnya dalam menangani gelobang varian Delta yang muncul pada akhir Juni hingga Agustus 2021. Pada saat itu, terjadi lonjakan kasus yg bersifat ekstrem, pemerintah harus lakukan kebijakan PPKM darurat di sebagian besar wilayah Indonesia.
Berbagai kebijakan tersebut pada akhirnya berhasil memulihkan ekonomi 2021 menjadi sebesar 3,69%. Sementara dari sisi inflasi, tercatat hanya 1,87% karena pandemi berdampak pada penurunan aktivitas perekonomian dan tingkat permintaan masyarakat.
Sri Mulyani menyebut pokok-pokok keterangan pemerintah mengenai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2021 terdiri atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2021 yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dia menyebut BPK juga telah memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas pelaksanaan APBN 2021.
Pada pidatonya, Sri Mulyani memaparkan ringkasan realisasi APBN 2021. Realisasi pendapatan negara tercatat senilai Rp2.011,3 triliun atau tumbuh 22,6% secara tahunan. Angka itu setara 115,35% dari target yang ditetapkan.
"Ini adalah pencapaian di atas 100% pertama kali sejak 12 tahun terakhir," ujarnya.
Realisasi pendapatan negara tersebut utamanya ditopang penerimaan perpajakan senilai Rp1.527,8 triliun. Khusus pajak, tercatat angkanya Rp1.547,8 triliun atau 107,15% dari target.
Sementara dari sisi belanja, Sri Mulyani memaparkan realisasinya mencapai Rp2.786,4 triliun atau 101,21% dari yang direncanakan. Belanja itu terdiri atas belanja pemerintah pusat senilai Rp2.000,7 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp785,7 triliun.
Dengan kinerja tersebut, defisit APBN 2021 tercatat Rp775,06 triliun atau 4,57% terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Ini jauh lebih rendah dari target APBN semula yaitu sebesar Rp5,7% dari PDD," ujarnya.
Sri Mulyani kemudian melaporkan posisi sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) 2021 senilai Rp96,6 triliun. Menurutnya, Silpa itu dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kewajiban pemerintah yang tertunda agar kesinambungan APBN akan makin baik dan kuat dalam menyongsong 2023.
Mengenai saldo anggaran lebih (SAL), posisi pada awal 2021 sebesar Rp388,1 triliun. Sesudah memperhitungkan penggunaan SAL senilai Rp143,9 triliun, Silpa dan penyesuaian SAL, maka kondisi SAL pada akhir 2021 sebesar Rp337,7 triliun.
Adapun posisi keuangan pemerintah dalam neraca hingga 31 Desember 2021, Sri Mulyani menyebut tercatat aset sebesar Rp11.454,6 triliun, kewajiban Rp7.538,3 triliun, dan ekuitas Rp3.916,3 triliun.
"RUU yang diajukan pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan selanjutnya dimintakan persetujuan untuk ditetapkan menjadi undang undang merupakan pertanggungjawaban dari penggunaan keuangan negara secara baik," katanya. (sap)