Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sambutan secara virtual saat pembukaan seminar internasional "Transformasi Digital untuk Inklusi Keuangan Perempuan, Pemuda, dan UMKM untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif" di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (11/5/2022). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tekanan inflasi yang dihadapi oleh Indonesia masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain.
Inflasi di Indonesia per April 2022 tercatat hanya sebesar 3,47%, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi yang terjadi di negara-negara lain.
"Bila dibandingkan negara-negara G-20, seperti AS 8,3%, Inggris 9,0%, Turki 70,0%, Argentina 58,0%, Brazil 12,1%, dan India 7,8% tekanan inflasi di Indonesia masih jauh lebih rendah," ujar Sri Mulyani dalam pidato penyampaian Keterangan Pemerintah tentang Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023, Jumat (20/5/2022).
Sri Mulyani mengeklaim tekanan inflasi yang dihadapi oleh Indonesia tergolong rendah karena APBN mampu mengambil peran sebagai shock absorber di tengah kenaikan harga komoditas global.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menjaga keterjangkauan harga energi. Keterjangkauan harga diperlukan untuk menjaga daya beli dan menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Implikasinya, kebutuhan belanja subsidi energi dan kompensasi yang dibayarkan oleh APBN mengalami peningkatan yang tajam.
"Ketersediaan dan keterjangkauan harga energi dan pangan menjadi sangat krusial untuk menjamin daya beli masyarakat dan menjaga keberlanjutan proses pemulihan ekonomi nasional," ujar Sri Mulyani.
Adapun pada KEM-PPKF 2023 pemerintah memproyeksikan inflasi pada tahun depan masih berada dalam rentang 2% hingga 4%, masih sama dengan asumsi inflasi yang tercantum pada outlook APBN 2022. (sap)