Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh saat membacakan putusan.Â
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak menerima permohonan pengujian formil atas UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Ketika membacakan Putusan MK Nomor 14/PUU-XX/2022, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh mengatakan permohonan pengujian formil atas UU HPP terlambat diajukan oleh para pemohon.
"Oleh karena UU 7/2021 diundangkan pada 29 Oktober 2021, maka tenggat 45 hari sejak undang-undang a quo diundangkan dalam lembaran negara adalah pada 12 Desember 2021," ujar Daniel, Rabu (20/4/2022).
Permohonan pengujian formil atas UU HPP diketahui baru diajukan oleh pemohon pada 21 Januari 2022 dan baru dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi elektronik (e-BPRK) pada 26 Januari 2022.
"Permohonan pengujian formil UU 7/2021 yang diajukan oleh pemohon dalam permohonan bertanggal 21 Januari 2022 diajukan melewati tenggang waktu pengajuan permohonan yang ditentukan peraturan perundang-undangan," ujar Daniel membacakan putusan.
Oleh karena tenggang waktu pengajuan permohonan telah terlewati, kedudukan hukum dan pokok permohonan pengujian formil dari pemohon serta hal-hal lainnya tidak dapat dipertimbangkan oleh mahkamah.
"Mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan.
Untuk diketahui, permohonan pengujian formil atas UU HPP diajukan oleh pemohon bernama Priyanto dengan Oktavia Sastray Anggriani selaku kuasa hukum dari pemohon.
Menurut pemohon, UU HPP yang notabene menggunakan metode omnibus telah melanggar asas kejelasan hukum yang dipersyaratkan pada Pasal 5 huruf f UU 12/2011 s.t.d.d UU 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).
Berkaca pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan cacat formil dan inkonstitusional bersyarat akibat digunakannya metode omnibus dalam menyusun undang-undang tersebut. (sap)