Persidangan perbaikan permohonan atas permohonan pengujian formil UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Â
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan persidangan perbaikan permohonan atas permohonan pengujian formil UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam persidangan perbaikan permohonan atas perkara nomor 14/PUU-XX/2022 tersebut, terdapat beberapa tambahan yang disampaikan oleh pihak pemohon.
"Berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, adalah sah dan berdasarkan hukum apabila pemohon memohon kepada MK untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut. Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar kuasa hukum Oktavia Sastray Anggriani membacakan petitum dalam permohonannya, Senin (7/3/2022).
Selanjutnya, para pemohon juga memohon kepada MK untuk menyatakan pembentukan UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Terakhir, pemohon memohon kepada MK untuk memerintahkan pemuatan putusan MK yang dimaksud ke dalam Berita Negara Republik Indonesia.
"Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi yang mulai berpendapat lain, maka permohonan a quo mohon dapat diputuskan seadil-adilnya," ujar Oktavia.
Dalam persidangan, Ketua MK Anwar Usman mengatakan hasil dari sidang perbaikan permohonan akan disampaikan kepada rapat permusyawaratan hakim (RPH).
"Hasil RPH nanti panitera akan menyampaikan kepada pemohon. Apakah perkara ini dilanjutkan atau diputus atau bagaimana, nanti pemohon tinggal menunggu pemberitahuan atau undangan dari panitera," ujar Anwar.
Untuk diketahui, permohonan pengujian formil atas UU HPP diajukan oleh pemohon bernama Priyanto sejak 21 Januari 2022. Menurut pemohon, metode omnibus yang digunakan pada UU HPP tidak dikenal dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).
Berkaca pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan cacat formil dan inkonstitusional bersyarat salah satunya karena digunakannya metode omnibus dalam menyusun UU tersebut. (sap)