Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga 31 Januari 2022 mencapai Rp6.919,15 triliun atau setara dengan 39,63% dari produk domestik bruto (PDB).
Berdasarkan laporan APBN Kita edisi Februari 2022, Kemenkeu mencatat rasio utang 39,63% itu terpantau menurun dari akhir Desember 2021 sebesar 41%. Penurunan rasio utang ini sejalan dengan pemulihan ekonomi yang cukup kuat.
"Secara nominal, terjadi peningkatan total utang pemerintah seiring dengan penerbitan SBN dan penarikan pinjaman di bulan Januari 2022 guna menutup pembiayaan APBN," bunyi laporan tersebut, dikutip pada Kamis (24/2/2022).
Laporan tersebut juga menyebutkan utang pemerintah masih didominasi utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Kontribusi SBN terhadap stok utang pemerintah mencapai 87,9% atau senilai Rp6.081,68 triliun.
Dari total nilai SBN tersebut, SBN dalam mata uang rupiah mencapai Rp4.818,84 triliun, sedangkan SBN dalam valuta asing senilai Rp1.262,84 triliun. Keduanya diterbitkan dalam bentuk surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Sementara itu, komposisi utang pinjaman dari pinjaman tercatat hanya 12,1% atau senilai Rp837,46 triliun. Angka itu terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp13,47 triliun dan pinjaman luar negeri senilai Rp823,99 triliun.
Pemerintah juga memperkirakan pemulihan ekonomi pada 2022 akan terus berlanjut. Defisit APBN 2022 juga terus diturunkan sebagai upaya pemerintah untuk menuju defisit di bawah 3% terhadap PDB secara bertahap.
Selain itu, pemerintah akan menjaga rasio utang dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan nonutang, seperti optimalisasi pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL) sebagai buffer fiskal, serta implementasi Surat Keputusan Bersama (SKB) III dengan Bank Indonesia.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melalui pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan Infrastruktur dengan mengedepankan kerja sama (partnership) berdasarkan konsep pembagian risiko yang adil.
"Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri atas PPP atau KPBU, blended financing serta SDG Indonesia One," bunyi laporan tersebut. (rig)