Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemanfaatan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) bakal mempermudah otoritas pajak mengenal calon wajib pajak.
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, melalui integrasi NIK-NPWP, Ditjen Pajak (DJP) tak perlu lagi mengidentifikasi siapa calon wajib pajak. Alasannya, pemanfaatan NIK sebagai NPWP menjadikan 272 juta orang bisa dianggap sebagai subjek pajak yang berpotensi jadi wajib pajak.
"Dari bentukan pajak lebih mudah karena tinggal diketik by NIK by address sudah bisa diketahui siapa yang bersangkutan itu," ujar Zudan dalam wawancara khusus bersama DDTCNews, dikutip Kamis (23/12/2021).
Melalui integrasi data ini, otoritas bisa dengan mudah mengetahui apakah seorang pemilik NIK sudah memiliki kewajiban membayar pajak. Hal ini ditentukan dari besaran penghasilannya, sudah melampaui penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau belum.Â
"Masyarakat tidak perlu risau karena tidak semuanya harus bayar pajak. Yang penghasilannya kecil, penghasilannya tidak tetap di bawah Rp54 juta, tidak perlu membayar pajak," ujar Zudan.
Pengintegrasian NIK dengan NPWP diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengefisienkan sistem administrasi perpajakan.
"[Dengan] by NIK by address penduduknya lebih mudah dicari, karena di database-nya sudah ada, tinggal nanti dihitung berapa pendapatan masing-masing," ujar Zudan.
Seperti diketahui, ketentuan mengenai penggunaan NIK sebagai NPWP telah diatur pada UU KUP yang diubah melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi)Â juga telah menetapkan Perpres 83/2021 yang mewajibkan pencantuman NIK sekaligus NPWP dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pada perpres tersebut, DJP juga mendapatkan tugas untuk memberikan data identitas wajib pajak berbasis NPWP kepada Ditjen Dukcapil guna melakukan pemadanan dan pemutakhiran.
Penyelenggaran pelayanan publik harus mencantumkan NIK dan NPWP atas setiap data penerima pelayanan publik paling lambat 2 tahun sejak berlakunya Perpres 83/2021. (sap)