Ilustrasi. Pekerja Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) membuat kue kacang (bakpia) khas Sabang di tempat produksi bakpia MD, Sabang, Aceh, Selasa (14/12/2021). ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/hp.
BAUBAU, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) makin gencar menyosialisasikan ketentuan yang berubah melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) kepada wajib pajak. Salah satunya dilakukan oleh KPP Pratama Baubau di Sulawesi Tenggara belum lama ini dengan sasaran sosialisasi adalah pelaku UMKM.
Kepala KPP Pratama Baubau, Waskito Eko Nugroho, memanfaatkan momentum ini untuk mengenalkan sejumlah ketentuan baru yang diatur dalam UU HPP, terutama terkait skema pajak bagi pelaku UMKM. Dia mengingatkan, UU HPP mengatur peredaran bruto atau omzet hingga Rp500 juta tidak dikenakan PPh final 0,5% sesuai ketentuan PP 23/2018.
"Namun, bagi yang memiliki omzet di atas Rp500 juta akan tetap dikenakan tarif PPh final 0,5%," ujar Waskito dikutip dari keterangan pers Ditjen Pajak, Senin (20/12/2021).
Wajib pajak juga diminta memerhatikan waktu pemberlakuan untuk setiap kebijakan dalam UU HPP yang berbeda-beda. Misalnya, ketentuan baru dalam UU KUP dan UU Cukai sudah berlaku sejak UU HPP diundangkan pada 29 Oktober 2021. Sementara program pengungkapan sukarela (PPS) dan perubahan UU PPh berlaku per 1 Januari 2021. Kemudian, perubahan UU PPN dan pengenaan pajak karbon dimulai April 2022.
"UU HPP akan efektif berlaku secara keseluruhan mulai tahun 2022, untuk informasi lengkap tentang UU HPP silahkan untuk menghubungi kami melalui saluran telepon dan media sosial KPP Pratama Baubau serta dapat juga dengan datang langsung ke kantor kami," kata Waskito.
Perlu diketahui, sesuai dengan ketentuan dalam UU HPP, wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu – yang diatur dalam PP 23/2018 – tidak dikenai pajak penghasilan (PPh) atas bagian omzet sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak.
"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 [perubahan atas UU PPh] mulai berlaku pada tahun pajak 2022," bunyi Pasal 17 ayat (1) UU HPP.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengatakan dalam ketentuan saat ini, tidak ada batasan peredaran bruto tidak kena pajak. Dengan demikian, PPh final dengan tarif 0,5% PP 23/2018 tetap dikenakan terhadap wajib pajak orang pribadi UMKM tanpa batasan nilai omzet.
"Selama ini, [untuk] UMKM kita tidak ada batas tadi [peredaran bruto tidak kena pajak], sehingga mau peredaran bruto hanya Rp10 juta, Rp50 juta, Rp100 juta, dia tetap kena PPh final 0,5%,” ujarnya.
Adapun penyesuaian besarnya batasan peredaran bruto tidak dikenai pajak penghasilan ditetapkan dengan peraturan menteri keuangan (PMK) setelah dikonsultasikan dengan DPR. Penyesuaian mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.
Simak juga ulasan DDTCNews mengenai ketentuan perpajakan UMKM dalam fokus: Harus Pakai Rezim Pajak Umum, UMKM Siap Naik Kelas? (sap)