Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan Jumat (5/2/2021). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Real Estat Indonesia (REI) menyebut 99% pemerintah daerah (pemda) belum menurunkan tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) seperti yang selama ini telah diinstruksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mengatakan pemda perlu menyesuaikan tarif BPHTB agar sektor industri properti dapat pulih lebih cepat dari tekanan pandemi Covid-19. Menurutnya, industri properti dan real estat termasuk sektor yang memiliki multiplier effect besar pada perekonomian daerah.
"Pemda sampai sekarang 99% tidak mengikuti imbauan dari Bapak Presiden [Jokowi] untuk menurunkan BPHTB menjadi 2,5%," katanya, Rabu (14/7/2021).
Paulus mengatakan kehadiran sektor properti dan real estat memiliki sejumlah kontribusi bagi perekonomian. Kontribusi itu misalnya berupa penyediaan rumah rakyat, pembangunan infrastruktur, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), dan penyumbang penerimaan pajak.
Dia menilai pemda bisa memperoleh lebih banyak keuntungan jika bersedia menurunkan tarif BPHTB yang saat ini rata-rata 5% terhadap terhadap nilai jual objek pajak (NJOP) dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP).
Beberapa keuntungan tersebut misalnya mempercepat pembangunan daerah, menarik investasi, menyerap tenaga kerja, serta meningkatkan nilai tambah lahan di daerah.
"Kalau kita kelola tanah itu menjadi ada nilai tambah, penghasilan dari daerah akan jauh lebih meningkat daripada hanya 5% yang berupa tanah mentah," ujarnya.
Sejak 2016, Presiden Joko Widodo, melalui Instruksi Presiden (Inpres) 5/2016, mendorong pemda menurunkan tarif BPHTB menjadi 2,5% dan retribusi izin mendirikan bangunan (IMB). Hal ini untuk mendorong percepatan pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam prosesnya, pemda dapat menyesuaikan kebijakan penurunan tarif BPHTB tersebut dengan kemampuan fiskal daerah dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun pada saat ini, pemerintah memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) atas rumah pada Maret-Agustus 2021 untuk mendorong konsumsi masyarakat sekaligus memulihkan sektor properti dan real estat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga berencana memperpanjang insentif tersebut hingga Desember 2021. Insentif PPN DTP 100% berlaku atas penyerahan rumah tapak atau rusun baru dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar.
Kemudian, Insentif PPN DTP 50% untuk penyerahan rumah tapak dan rusun dengan harga jual di atas Rp2 miliar hingga Rp5 miliar. Insentif berlaku maksimal 1 unit rumah tapak atau rusun untuk 1 orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun. (kaw)