PENERIMAAN MIGAS

BKF Ungkap Tantangan Optimalkan Penerimaan Migas

Dian Kurniati
Minggu, 13 Juni 2021 | 07.01 WIB
BKF Ungkap Tantangan Optimalkan Penerimaan Migas

Kepala Badan Kebijakan FIskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu saat menyampaikan paparan di hadapan rapat bersama Badan Anggaran DPR, Rabu (9/6/2021). Febrio menyebut pemerintah menghadapi sejumlah tantangan dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor minyak dan gas. (Foto: Youtube DPR)

JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyebut pemerintah menghadapi sejumlah tantangan dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor minyak dan gas (migas).

Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan tantangan utamanya yakni mengenai harga migas yang fluktuatif. Apalagi dalam situasi pandemi Covid-19, permintaan migas di pasar global menurun sehingga harganya ikut merosot.

"Tahun 2020, penerimaan migas turun cukup tajam, 44,9%, dampak terbesarnya adalah dari Covid-19 yang menyebabkan permintaan minyak dunia anjlok sehingga menekan harga minyak mentah," katanya dalam rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Rabu (9/6/2021).

Febrio mengatakan penerimaan migas berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak. Sepanjang periode 2016-2019, penerimaan migas cenderung mengalami fluktuasi dengan pertumbuhan rata-rata 16,9%, tetapi terjadi kontraksi pada 2020 akibat pandemi.

Selain persoalan harga yang fluktuatif sebagai faktor eksternal, penerimaan migas juga tergantung dari beberapa faktor internal seperti lifting migas yang rendah. Karena itu, pemerintah berupaya melakukan penyederhanaan dan memudahkan perizinan agar hulu migas menarik bagi investor.

Dia menyebut perkembangan investasi pada sektor hulu migas sejak 2014 hingga sekarang mengalami penurunan, walaupun sejak 2017 cenderung stagnan. Apalagi, pengembangan dan eksplorasi sumur baru masih minimal dalam beberapa tahun terakhir.

Febrio menilai lifting migas terus menurun dalam 1 dekade terakhir karena hanya mengandalkan sumur-sumur tua. Dari 128 cekungan migas, hingga saat ini hanya 20 di antaranya yang sudah berproduksi. "Risiko untuk eksplorasi masih tinggi dan ada tantangan infrastruktur minim," ujarnya.

Hingga April 2021, Febrio menyebut realisasi penerimaan migas tercatat Rp38,8 triliun atau 32% dari target Rp124,77 triliun. Kontribusi terbesar penerimaan migas berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), yakni 65%, sementara sisanya dari pajak. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.