BERITA PAJAK HARI INI

Ada PMK 15/2025, Pemeriksaan Pajak Diklaim Lebih Cepat dan Efisen

Redaksi DDTCNews
Jumat, 11 April 2025 | 06.30 WIB
Ada PMK 15/2025, Pemeriksaan Pajak Diklaim Lebih Cepat dan Efisen

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mengeklaim pemeriksaan pajak kini lebih efisien seiring dengan penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 15/2025. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (11/4/2025).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan PMK 15/2025 mempersingkat durasi pemeriksaan pajak. Dengan pemangkasan durasi pemeriksaan, dia meyakini meningkatkan kepastian bagi wajib pajak.

"Ini sekali lagi percepatan pemeriksaan pajak. Itu jauh lebih cepat dan lebih efisien," katanya.

PMK 15/2025 antara lain mengatur jangka waktu pemeriksaan yang sebelumnya maksimum 12 bulan kini diubah menjadi hanya 6 bulan. Selain itu, pemeriksaan wajib pajak grup dan transfer pricing juga dipangkas dari 24 bulan menjadi 10 bulan.

Febrio menilai wajib pajak memerlukan kepastian untuk melaksanakan hak dan kewajiban pajaknya. Menurutnya, PMK 15/2025 juga dapat dimaknai sebagai salah satu kemudahan administrasi di tengah ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).

"Transparansi, kecepatan, dan efektivitasnya itu memang bukan hanya gara-gara kita sedang berhadapan dengan Amerika Serikat, tetapi ini memang reform yang memang sudah kita siapkan untuk kemudahan pengusaha," ujarnya.

Tak hanya itu, jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP) dan pelaporannya yang kini dipangkas dari maksimal 2 bulan menjadi maksimal 30 hari sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).

PAHP merupakan tahap pembahasan antara wajib pajak dan pemeriksa atas temuan pemeriksaan, yang hasilnya kemudian dituangkan dalam berita acara PAHP berisi koreksi pokok pajak terutang dan perhitungan sanksi dan/atau denda administratif.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai keputusan Presiden AS Donald Trump yang menunda penerapan bea masuk resiprokal. Lalu, ada pula ulasan mengenai format baru customs declaration, usulan relaksasi angsuran PPh Pasal 25, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

PMK 15/2025 Atur Ketentuan terkait Pembahasan Temuan Sementara

PMK 15/2025 turut memuat ketentuan pembahasan temuan sementara, yang selama ini dikenal sebagai pra-SPHP. Pembahasan temuan sementara dilakukan paling lambat 1 bulan sebelum jangka waktu pengujian berakhir.

Pembahasan temuan sementara merupakan pembahasan antara wajib pajak dan pemeriksa atas temuan sementara pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara untuk memberikan keyakinan bahwa temuan telah didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pembahasan dilakukan lewat penyampaian panggilan kepada wajib pajak. Dalam pelaksanaannya, wajib pajak berkesempatan untuk memberikan ataupun memperlihatkan buku, catatan, data, informasi, atau keterangan lainnya. (DDTCNews)

Trump Tunda Bea Masuk Resiprokal, Khusus China Naik Jadi 125 Persen

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan untuk menunda pengenaan bea masuk resiprokal selama 90 hari.

Dengan penundaan tersebut, barang impor dari seluruh negara-negara ke AS hanya akan dikenakan bea masuk dengan tarif dasar (baseline tariff) sebesar 10%. Adapun bea masuk dengan tarif dasar 10% tersebut telah diberlakukan sejak 5 April 2025.

"Lebih dari 75 negara telah menghubungi AS untuk menegosiasikan solusi. Mengingat negara-negara ini tidak menerapkan retaliasi terhadap AS, saya menunda bea masuk resiprokal selama 90 hari," kata  Trump. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Ubah Format Customs Declaration, DJBC Terbitkan Peraturan Baru

Ditjen Bea dan Cukai menerbitkan peraturan terbaru, yaitu Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No. PER-5/BC/2025 sebagai perubahan keenam atas P-22/BC/2009 mengenai pemberitahuan pabean impor.

Melalui peraturan tersebut, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mempertegas ketentuan terkait dengan pemberitahuan pabean impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut (customs declaration).

"Dalam rangka simplifikasi pemberitahuan pabean impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut, perlu dilakukan penyempurnaan atas bentuk format dan tata cara pengisian pemberitahuan pabean impor," bunyi salah satu pertimbangan PER-5/BC/2025,

Tertekan Tarif Trump, Pengusaha Minta Lagi Relaksasi Angsuran PPh 25

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta pemerintah kembali memberikan relaksasi angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 di tengah tekanan ekonomi akibat kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan pengusaha membutuhkan arus kas yang lebih longgar di tengah ketidakpastian perekonomian global saat ini. Apalagi, pemerintah juga tengah mendorong pengusaha meningkatkan impor barang asal AS.

"Kita kalau bisa itu [relaksasi angsuran PPh Pasal 25] sangat membantu," katanya. (DDTCNews)

Syarat Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Pemohon bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap Pasal 34 ayat (2) huruf c UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasal 34 ayat (2) huruf c UU Pengadilan Pajak menyatakan menteri keuangan berwenang menetapkan syarat lain yang harus dipenuhi untuk menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak. Saat ini, syarat kuasa hukum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 184/2017.

"Dengan diaturnya persyaratan kuasa hukum dalam PMK maka tidak hanya memberikan keleluasaan bagi Kemenkeu untuk mengatur tentang kuasa hukum yang bersidang di Pengadilan Pajak, tetapi juga akan berpotensi menimbulkan pertanyaan besar karena dalam perkara pajak sering kali melibatkan pihak dari DJP dan DJBC yang berada di bawah naungan Kemenkeu," tulis pemohon. (DDTCNews)

Realisasi Pelaporan SPT Tahunan hingga 10 April 2025

DJP telah menerima 12,65 juta SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024 hingga 10 April 2025. Dari jumlah tersebut, 12,28 juta SPT berasal dari wajib pajak orang pribadi dan 365.000 SPT berasal dari wajib pajak badan.

Di sisi lain, DJP juga menegaskan bahwa otoritas tetap fokus memperbaiki coretax system sebagai upaya untuk meningkatkan sistem administrasi perpajakan.

"Direktorat Jenderal Pajak terus melakukan perbaikan dan memastikan kelancaran pada sistem Coretax DJP," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti. (Kontan/Bisnis Indonesia)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.