Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021, Selasa (4/5/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat rasio penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) belum merata, bahkan sebelum pandemi Covid-19.
Sri Mulyani mengatakan rata-rata rasio pajak dan retribusi daerah terhadap PDRB hanya 0,49% pada 2019. Rasio tertinggi tercatat di Kabupaten Badung, Bali, yakni 6,96%, dan terendah di Kabupaten Deiyai, Papua hanya 0,06%.
"Dari kondisi kinerja fiskal dan output daerah, kami melihat rasio pajak dan retribusi daerah terhadap PDRB masih rendah dan potensinya belum tergali optimal," katanya dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021, Selasa (4/5/2021).
Sri Mulyani menilai beberapa daerah telah memiliki rasio pajak dan retribusi daerah yang tinggi terhadap PDRB pada 2019, tetapi kebanyakan masih sangat rendah. Dia khawatir rasio pajak dan retribusi daerah akan menyusut akibat pandemi Covid-19.
Selain itu, menkeu juga menyoroti tingginya porsi belanja pegawai dalam belanja daerah. Rata-rata belanja pegawai mencapai 34,74%. Porsi belanja pegawai tertinggi tercatat di Kota Pematangsiantar yakni 53,9%, dan terendah terjadi di Papua Barat sebesar 9,15%.
Demikian pula pada porsi belanja barang dan jasa nonpelayanan yang rata-rata mencapai 10,92%. Belanja barang dan jasa nonpelayanan itu di antaranya seperti perjalanan dinas, akomodasi, rapat, dan pengadaan pakaian dinas PNS.
Porsi belanja barang dan jasa nonpelayanan yang tertinggi pada 2019 terjadi di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur sebesar 33,05% dan terendah di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat sebesar 2,51%.
Mengenai porsi belanja modal, lanjut Sri Mulyani, justru masih rendah karena rata-ratanya hanya 20,27%. Porsi tertinggi tercatat di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan, sebesar 47,83%, dengan porsi terendah terjadi di Jawa Barat 7,06%.
Menkeu juga mencatat sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) di daerah masih tinggi karena angka rata-ratanya mencapai 7,83%. SiLPA tertinggi tercatat di Palu, Sulawesi Tengah, sebesar 77,21% dan terendah di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, sebesar 8,85%.
"Daerah di Indonesia begitu beragam dan bervariasi dalam kemampuan eksekusi anggarannya. Dampaknya dari sisi output, terlihat apakah diukur dari akses air bersih, sanitasi, jalan terlihat adanya perbedaan luar biasa antara daerah yang tertinggal dan daerah lain yang relatif bagus," ujarnya. (rig)