Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Penagihan atas utang pajak dari wajib pajak dan/atau pengusaha kena pajak (PKP) yang terdampak reorganisasi instansi vertikal DJP akan dilakukan KPP Pratama Baru atau KPP Madya. Ketentuan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (20/4/2021).
Sesuai dengan KEP-116/PJ/2021 dan KEP-117/PJ/2021, ribuan wajib pajak dan/atau PKP akan dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya. Kemudian, PER-06/PJ/2021 memutuskan tindakan penagihan pajak terhadap wajib pajak dan/atau PKP dilanjutkan KPP Pratama Baru dan KPP Madya.
“Dalam hal pada saat SMT (saat mulai terdaftar), wajib pajak dan/atau PKP yang dipindahkan … memiliki utang pajak pada KPP Pratama Lama, tindakan penagihan pajak dilakukan atau dilanjutkan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya,” bunyi Pasal 7 PER-06/PJ/2021.
SMT adalah tanggal wajib pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai PKP di KPP Pratama Baru dan KPP Madya. Sesuai dengan PER-06/PJ/2021, SMT ditetapkan 3 Mei 2021. Namun, berdasarkan pada KEP-146/PJ/2021, waktu penerapan organisasi, tata kerja, dan saat mulai beroperasinya instansi vertikal Ditjen Pajak (DJP) yang terdampak reorganisasi mundur menjadi 24 Mei 2021.
Selain mengenai dampak dari reorganisasi instansi vertikal DJP, ada pula bahasan terkait dengan rencana pemerintah mengenakan pajak atas mata uang digital (cryptocurrency). Ada pula bahasan tentang penambah jumlah pihak yang wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Jika pada saat SMT, wajib pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16 UU KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh KPP Pratama Lama, berlaku dua ketentuan.
Pertama, terhadap permohonan pembetulan yang jatuh temponya paling lama 1 bulan setelah SMT, Surat Keputusan Pembetulan diterbitkan KPP Pratama Lama paling lambat 1 hari kerja sebelum SMT.
Kedua, terhadap permohonan pembetulan yang jatuh temponya lebih dari 1 bulan setelah SMT, Surat Keputusan Pembetulan diterbitkan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (DDTCNews)
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Sidharta Utama mengatakan pengenaan pajak atas cryptocurrency akan dilakukan bersamaan dengan rencana pembentukan bursa mata uang digital. Saat ini, ada 13 pedagang cryptocurrency yang terdaftar di Bappebti.
“Pungutan pajak ini masih dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan. Bisa dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) final atau PPh pada umumnya atas capital gain,” ujarnya. (Kontan)
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 61/2021, penyelenggara fintech kini wajib untuk melaporkan transaksi keuangan mencurigakan. Pemerintah menilai terdapat potensi digunakannya layanan jasa keuangan berbasis IT atau fintech sebagai sarana pencucian uang.
Dalam aturan sebelumnya, yaitu PP 43/2015, penyedia jasa keuangan yang diwajibkan melaporkan transaksi keuangan mencurigakan antara lain seperti penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis IT atau pinjol.
Lalu, layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis IT dan penyelenggara layanan transaksi keuangan berbasis IT. Dengan beleid terbaru, fintech wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sesuai dengan ketentuan pada Pasal 23 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (DDTCNews)
Otoritas meminta masyarakat berhati-hati terhadap berbagai upaya penipuan yang mengatasnamakan DJP. Otoritas memberi penegasan terkait adanya penipuan yang mengatasnamakan DJP dengan modus menjual buku-buku perpajakan untuk penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
“DJP tidak melakukan permintaan sejumlah uang atas penerbitan buku perpajakan dalam rangka penyebarluasan informasi perpajakan ke masyarakat,” demikian salah satu penegasan Kanwil DJP Sumut I yang disampaikan melalui siaran pers. Simak ‘Penipuan Modus Jual Buku Perpajakan, DJP Minta Masyarakat Berhati-hati’. (DDTCNews)
Pemerintah mencatat telah memberikan keringanan pembayaran piutang negara melalui skema crash program kepada 154 debitur hingga pertengahan April 2021 seperti yang diatur dalam PMK 15/2021.
Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain DJKN Kementerian Keuangan Lukman Effendi mengatakan dari total 154 debitur tersebut, sebanyak 87 debitur yang mendapatkan keringanan sudah melunasi piutangnya.
"Artinya sudah ada 67 debitur sudah berikan persetujuan yang belum melunasi piutang," katanya. (DDTCNews) (kaw)