Ilustrasi. Pemulung duduk di samping rel, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta, Jumat (1/1/2021). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rasio gini Indonesia, yang diukur dengan ketimpangan pengeluaran penduduk, pada September 2020 mencapai 0,385.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan rasio gini tersebut melebar dari posisi Maret 2020 yang mencapai 0,381. Menurutnya, pelebaran rasio gini tersebut dipengaruhi pandemi Covid-19 yang telah menyebabkan pendapatan sebagian besar penduduk berkurang.
"Kalau meningkat itu [menunjukkan] ketimpangan semakin tinggi," katanya melalui konferensi video, Senin (15/2/2021).
Suhariyanto mengatakan ketimpangan penduduk itu terjadi di desa dan kota. Di perkotaan, rasio gini melebar dari 0,393 menjadi 0,399 pada September 2020. Sementara itu, rasio gini di pedesaan melebar dari 0,317 menjadi 0,319.
Dari data tersebut, terlihat pelebaran gini ratio di perkotaan lebih besar dibandingkan dengan di pedesaan. Menurut Suhariyanto, hal ini terjadi karena kenaikan tingkat kemiskinan di perkotaan juga lebih tinggi ketimbang pedesaan.
Tingkat kemiskinan di pedesaan naik dari 12,82% menjadi 13,2% dari total populasi pada September 2020. Sementara di perkotaan, tingkat kemiskinan naik dari 7,38% menjadi 7,88%.
Pada September 2020, provinsi dengan rasio gini tertinggi tercatat di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sebesar 0,437. Sementara rasio gini terendah tercatat di Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,257.
Jika dibandingkan dengan rasio gini nasional yang sebesar 0,385, terdapat 7 provinsi dengan angka rasio gini lebih tinggi, yaitu DI Yogyakarta 0,437, Gorontalo 0,406, DKI Jakarta 0,400, Jawa Barat 0,398, Papua 0,395, Sulawesi Tenggara 0,388, dan Nusa Tenggara Barat 0,386.
"Pergerakan gini ratio setiap provinsi berbeda-beda," imbuh Suhariyanto. (kaw)