EKONOMI DIGITAL

OECD Sebut Sharing and Gig Economy Perlu Direspons dari Sisi Pajaknya

Muhamad Wildan
Selasa, 12 Januari 2021 | 18.07 WIB
OECD Sebut Sharing and Gig Economy Perlu Direspons dari Sisi Pajaknya

Senior Tax Advisor Center for Tax Policy and Administration Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Jakarta Andrew Auerbach saat memaparkan materi dalam webinar bertajuk Digital Transaction in Taxation, Selasa (12/1/2021). (tangkapan layar Zoom)

SURABAYA, DDTCNews – OECD mengingatkan respons kebijakan yang diperlukan untuk menjawab tantangan ekonomi digital, yang tidak hanya muncul dari automated digital services (ADS) dan consumer-facing business (CFB), melalui Pillar 1: Unified Approach.

Senior Tax Advisor Center for Tax Policy and Administration Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Jakarta Andrew Auerbach mengatakan tantangan ekonomi digital juga muncul dari perkembangan sharing and gig economy serta proliferasi cryptocurrency.

"Orang biasanya mendapatkan penghasilan lewat upah. Akibat sharing and gig economy seseorang bisa mendapatkan penghasilan dari jasa-jasa individu [personal services] yang tersedia lewat platform," ujar Auerbach dalam webinar bertajuk Digital Transaction in Taxation, Selasa (12/1/2021).

Orang-orang yang bekerja dengan memanfaatkan platform sharing and gig economy, sambungnya, tidak mendapatkan upah yang selama ini menjadi objek pajak atas gaji sebagaimana berlaku pada banyak yurisdiksi.

Dalam acara yang digelar Tax Center Politeknik Ubaya dan Kanwil DJP Jawa Timur I ini dia menjelaskan akibat perkembangan sharing and gig economy, cara orang untuk mendapatkan penghasilan dan cara orang untuk bekerja juga mengalami perubahan.

Penghasilan dari individu yang bekerja pada sektor ini masih cenderung sulit untuk dipajaki oleh otoritas pajak di berbagai negara. Oleh karena itu, OECD juga telah menerbitkan Model Rules for Reporting by Platform Operators with respect to Sellers in the Sharing and Gig Economy (MRDP).

Bila kerangka tersebut diimplementasikan oleh suatu yurisdiksi, platform diwajibkan untuk menyampaikan informasi mengenai penghasilan masing-masing individu penyedia jasa pada setiap platform.

Dengan cara tersebut, kepatuhan pajak sangat mungkin untuk ditingkatkan. MRDP juga berpotensi menjadi solusi untuk menekan shadow economy yang masih amat besar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Selain sharing and gig economy, cryptocurrency juga menciptakan peluang dan tantangan tersendiri bagi otoritas pajak.

"Market capitalization cryptocurrency mencapai US$350 juta dan akan terus bertumbuh, bahkan saat ini nilai Bitcoin terus meningkat," ujar Auerbach.

Dalam laporan Taxing Virtual Currencies: An Overview of Tax Treatments and Emerging Tax Policy Issues, OECD mendorong yurisdiksi untuk membuat perlakuan pajak yang konsisten atas cryptocurrency dan aset-aset digital lain.

OECD juga meminta setiap yurisdiksi agar meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan menciptakan skema perpajakan yang mudah dipenuhi. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.