Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pajak penghasilan (PPh) wajib pajak badan ditargetkan masih menjadi kontributor terbesar penerimaan PPh pada tahun depan. Namun, persentase sumbangsihnya menyusut. Topik tersebut salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (15/12/2020).
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) 113/2020 ditegaskan kembali target penerimaan PPh pada tahun depan dipatok senilai Rp683,77 triliun. Dari nilai tersebut, penerimaan PPh nonmigas dipatok senilai Rp638 triliun atau berkontribusi 93,31% dari total penerimaan PPh.
“Penerimaan perpajakan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan presiden ini,” demikian bunyi Pasal 2 Perpres tersebut.
Kontribusi PPh nonmigas itu mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan patokan tahun ini yang tertuang dalam Perpres 72/2020. Tahun ini, dengan target Rp638,52 triliun, kontribusinya mencapai 95,25% dari total target penerimaan PPh senilai Rp670,38 triliun.
Dari jumlah tersebut, penerimaan PPh Pasal 25/29 badan pada 2021 ditargetkan senilai Rp215,09 triliun, turun 4,21% dibandingkan target tahun ini Rp224,54 triliun. Kontribusinya menyusut dari 33,49% terhadap total PPh pada tahun ini menjadi 31,46% pada 2021.
Selain target penerimaan pajak pada 2021, ada pula bahasan mengenai rencana pemberian fasilitas berupa penundaan pelunasan pita cukai bagi perusahaan rokok yang mayoritas produknya diekspor. Kemudian, ada bahasan RPP Pelaksanaan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja Sektor Perindustrian.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Selain PPh Pasal 25/29 penurunan kontribusi juga terlihat pada PPh Pasal 21. Tahun depan, penerimaan PPh Pasal 21 ditargetkan senilai Rp133,8 triliun atau turun 0,59% dibandingkan target 2020 senilai Rp134,59 triliun.
Kontribusi penerimaan PPh Pasal 21 terhadap total PPh sebesar 19,57%, turun tipis dibandingkan target tahun ini 20,08%. Hingga saat ini, PPh Pasal 25/29 dan PPh Pasal 21 masih menjadi dua kontributor terbesar dalam total penerimaan PPh. Simak perinciannya dalam artikel ‘Pajak Karyawan dan Korporasi 2021 Diestimasi Masih Tertekan’. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjanjikan fasilitas berupa penundaan pelunasan pita cukai bagi perusahaan rokok yang mayoritas produknya diekspor. Relaksasi itu akan berlaku selama 90 hari, lebih panjang dari ketentuan yang ada selama 60 hari.
"Artinya kami memberikan dorongan bagi perusahaan itu untuk lebih melakukan ekspor daripada mengedarkan di dalam negeri," katanya.
Menkeu mengatakan pemerintah mengupayakan agar rokok Indonesia diekspor ketimbang dikonsumsi di dalam negeri, terutama golongan sigaret putih mesin (SPM) yang produksinya selalu meningkat. (DDTCNews/Kontan)
Dalam RPP Pelaksanaan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja Sektor Perindustrian, pemerintah memerinci sejumlah fasilitas fiskal yang akan diberikan untuk pengembangan industri strategis. Fasilitas fiskal dan nonfiskal dapat diberikan jika industri strategis melakukan pendalaman struktur, pengembangan teknologi, sertifikasi, atau merestrukturisasi mesin.
Fasilitas fiskal yang diberikan antara lain berupa pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan hingga tingkat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Kemudian, pengurangan penghasilan neto atau penghasilan bruto selama jangka waktu dan tingkat tertentu serta pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang modal hingga bahan baku dari dalam negeri.
Pemerintah juga memberikan pembebasan dan keringanan bea masuk atas impor barang modal yang belum dapat diproduksi di Indonesia. Keringanan bea masuk juga berlaku untuk impor bahan baku untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu. (DDTCNews)
Pemerintah tengah menyusun dua RPP yang mengatur pemberian fasilitas kepabeanan untuk mendukung iklim investasi di kawasan khusus, sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja. Keduanya adalah RPP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) serta RPP Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
"Pemerintah berusaha menampung seluruh masukan dari stakeholders dalam penyusunan RPP dan Perpres mengenai sektor perindustrian, perdagangan, kepabeanan, perizinan, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan ekonomi khusus, dan transportasi," kata Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo. (DDTCNews)
PMK 189/2020 mengatur ketentuan objek sita saat pelaksaan penyitaan dalam penagihan pajak Dalam Pasal 21 PMK tersebut ditegaskan objek sita meliputi pertama, barang milik penanggung pajak. Kedua, barang milik istri atau suami dan anak yang masih dalam tanggungan dari penanggung pajak, kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta.
“[Barang tersebut] yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu,” bunyi penggalan Pasal 21 ayat (1). Simak selengkapnya pada artikel ‘Barang Apa Saja yang Bisa Disita Saat Penagihan Pajak? Simak di Sini’. (DDTCNews) (kaw)