Ilustrasi.Ā Pekerja melinting rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), Megawon, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (11/12/2020). Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok tahun 2021 naik rata-rata 12,5 persen. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp.
JAKARTA, DDTCNews ā Komnas Pengendalian Tembakau memberikan beberapa catatan terkait dengan keputusan pemerintah yang meningkatkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata 12,5% pada tahun depan.
Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany mengatakan kenaikan tarif CHT pada tahun depan patut diapresiasi. Kenaikan tersebut menjadi modal pemerintah untuk mengamankan generasi muda yang sehat dalam jangka panjang.
Menurutnya, kenaikan tarif cukai rokok pada tahun depan juga ikut memerhatikan kepentingan tenaga kerja dan petani tembakau dengan tidak mengubah besaran tarif untuk golongan sigaret kretek tangan (SKT).
"Ini langkah berani untuk memastikan terwujudnya generasi emas dan bukan generasi cemas 2045. Kenaikan juga untuk melindungi kelompok rentan seperti keluarga penerima bantuan sosial agar tidak mampu membeli rokok," katanya Jumat (11/12/2020).
Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (UI) Renny Nurhasana berharap kenaikan tarif menjadi agenda rutin pemerintah tahunan untuk menjauhkan keterjangkauan rokok bagi masyarakat rentang dan anak-anak.
Selain itu, ia menilai agenda simplifikasi golongan tarif atau layer cukai hasil tembakau perlu diangkat kembali. Simplifikasi layer CHT pada gilirannya akan mempercepat kenaikan harga jual eceran (HJE) di tingkat konsumen akhir.
"Jadi penting mempercepat kenaikan harga rokok dengan simplifikasi layer cukai. Pengendalian konsumsi juga bisa didukung oleh kementerian/lembaga lain misalnya dengan larangan iklan dan pelarangan penjualan rokok per batang," ujarnya.
Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) UI Abdillah Ahsan menyatakan kenaikan cukai rokok pada masa pandemi ini merupakan momen tepat untuk memperbaiki pondasi ekonomi nasional, terutama dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Dia juga berpendapat penerimaan cukai seharusnya dapat terus diperluas dengan menambah barang kena cukai (BKC) baru. Makin banyak jumlah BKC, kontribusi cukai hasil tembakau kepada struktur penerimaan cukai di Indonesia juga bisa ikut berkurang.
"Perlu adanya BKC baru untuk mengurangi ketergantungan penerimaan negara dari cukai hasil tembakau. Karena tidak ada gunanya menambah penerimaan tetapi mengorbankan kesehatan masyarakat," tuturnya.