Ilustrasi. Perajin menyablon kaos di tempat produksi Cahaya Sablon di sentra percetakan Kalibaru, Jakarta, Rabu (25/11/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah melalui Rancangan Undang-Undang tentang Pelaporan Keuangan (RUU PK) akan mewajibkan sejumlah entitas untuk menyelenggarakan pelaporan keuangan, termasuk entitas yang bukan merupakan badan usaha.Â
"Ruang lingkup pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini meliputi pelaporan keuangan seluruh entitas di luar instansi pemerintahan," bunyi Pasal 4 ayat (1) RUU PK yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan, dikutip Jumat (4/12/2020).Â
Secara umum, entitas yang tercakup dalam RUU PK terdiri atas dua entitas yakni entitas pelapor dan entitas pelapor tertentu. Berdasarkan RUU PK, entitas pelapor adalah seluruh entitas yang diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan.
Entitas pelapor terdiri atas lima jenis entitas yakni badan usaha berbadan hukum, badan usaha tidak berbadan hukum, yayasan, perusahaan perseorangan dengan kriteria tertentu, dan entitas lainnya yang diwajibkan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan berdasarkan ketentuan.
Pada pasal penjelas, badan usaha berbadan hukum yang dimaksud antara lain perseroan terbatas dan koperasi. Lalu, entitas lain antara lain seperti persekutuan komanditer, firma, dan persekutuan perdata digolongkan sebagai badan usaha tidak berbadan hukum.
Untuk perusahaan perseorangan dengan kriteria tertentu, RUU PK menyebutkan kriteria perusahaan perorangan yang wajib menyusun laporan keuangan akan ditetapkan berdasarkan jumlah aset dan nilai peredaran usaha tahunan.Â
Selanjutnya, entitas pelapor tertentu adalah entitas pelapor yang laporan keuangannya wajib diaudit berdasarkan RUU PK. Berdasarkan RUU PK, terdapat delapan entitas yang dikategorikan sebagai entitas pelapor tertentu. Â
Delapan entitas yang dimaksud antara lain BUMN, BUMD, entitas dengan akuntabilitas publik, entitas perbankan kategori bank umum dan bank perkreditan rakyat, lembaga keuangan bukan bank, yayasan serta koperasi, entitas dengan kriteria peredaran bruto atau total aset tertentu dalam setahun, dan entitas lain yang laporan keuangannya wajib diaudit sesuai dengan ketentuan.Â
Kedelapan entitas ini juga wajib menerapkan sistem pengendalian internal pada proses penyusunan laporan keuangan, wajib membatasi perikatan dengan kantor akuntan publik (KAP) yang sama dalam jangka waktu tertentu.Â
Selain itu, diwajibkan juga memperhatikan laporan transparansi KAP sebelum mengadakan perikatan dengan KAP, dan wajib menjaga independensi akuntan publik selama proses audit dengan tidak mengintervensi proses audit hingga opini atas laporan keuangan terbit.
Seperti diketahui, pemerintah mengusulkan RUU PK ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem pelaporan keuangan yang baik mengingat hingga saat ini belum ada aturan pelaporan keuangan yang komprehensif dan multisektoral.Â
RUU PK ini juga disusun untuk menciptakan public trust dan iklim investasi yang baik melalui pengelolaan keuangan yang terintegrasi di Indonesia. (rig)