APBN 2021

Tok! DPR Sahkan RUU APBN 2021 Jadi Undang-Undang

Dian Kurniati
Selasa, 29 September 2020 | 15.24 WIB
Tok! DPR Sahkan RUU APBN 2021 Jadi Undang-Undang

Ketua DPR RI Puan Maharani mengetok palu sidang sebagai tanda disetujuinya RUU APBN 2021 disahkan menjadi UU. 

JAKARTA, DDTCNews – DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) APBN 2021 menjadi undang-undang.

Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin pengambilan keputusan tersebut dalam rapat paripurna, Selasa (29/9/2020). Dia menanyakan persetujuan pengesahan RUU APBN 2021 menjadi undang-undang kepada para anggota DPR RI, baik yang hadir secara fisik maupun virtual.

"Apakah Rancangan Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021 dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan. Para anggota DPR pun kompak menjawab, "Setuju."

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah, saat membacakan laporan pembahasan RUU APBN 2021, menyebut semua fraksi menyetujui RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang, kecuali Fraksi PKS yang menerima dengan catatan.

Asumsi dasar dalam UU APBN 2021 yakni pertumbuhan ekonomi 5,0%, laju inflasi 3,0%, nilai tukar rupiah Rp14.600 per dolar AS, dan tingkat suku bunga SBN 10 tahun 7,29%. Harga minyak mentah Indonesia tetap US$45 per barel. Lifting minyak bumi ditargetkan 705.000 barel per hari dan lifting gas bumi 1,007 juta barel setara minyak per hari.

Pendapatan negara pada APBN 2021 ditargetkan Rp1.743,65 triliun, yang terdiri atas pendapatan dalam negeri Rp1.742,75 triliun dan penerimaan hibah Rp900 miliar. Penerimaan perpajakan ditargetkan Rp1.444,54 triliun dengan tax ratio 8,18% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Penerimaan perpajakan tersebut bersumber dari pajak penghasilan (PPh) Rp683,77 triliun, pajak pertambahan nilai (PPN) Rp518,55 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp14,83 triliun, cukai Rp180 triliun, pajak lainnya Rp12,43 triliun, dan pajak perdagangan internasional Rp34,96 triliun.

Adapun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan Rp298,2 triliun, bersumber dari penerimaan SDA migas Rp74,99 triliun, penerimaan SDA nonmigas Rp29,11 triliun, PNBP lainnya Rp109,17 triliun, dan pendapatan badan layanan umum (BLU) Rp58,78 triliun, serta pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan Rp26,13 triliun.

Sementara dari sisi belanja, Said menyebut nilainya mencapai Rp2.750 triliun. Anggaran belanja tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.954,5 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp795,5 triliun.

"Defisit APBN tahun anggaran 2021 disepakati 5,70% terhadap PDB atau Rp1.006,38 triliun," katanya.

Said juga membacakan beberapa pandangan fraksi saat pembahasan UU APBN 2021. Fraksi PDI-Perjuangan menilai penyusunan APBN 2021 cukup komprehenstif walaupun masih memberikan catatan, terutama mengenai manajemen risiko fiskal atas penerimaan pajak yang tidak dapat mencapai target.

Sementara itu Fraksi Golkar menyatakan dukungannya kepada pemerintah untuk memberikan relaksasi perpajakan sekaligus memperluas basis pajak pada sektor yang selama ini belum tersentuh, seperti ekonomi digital serta sumber-sumber potensi penerimaan lainnya.

Hal tersebut demi menghindari risiko shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak yang lebih dalam. Meski demikian, mereka meminta pemerintah tetap memberikan keberpihakan pada kelompok menengah ke bawah.

"Ekstensifikasi perpajakan tersebut sedapat mungkin tidak menyasar sektor UMKM serta masyarakat golongan terbawah," imbuhnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.