Ilustrasi. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan Jepang telah menerbitkan dokumen perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang telah dimodifikasi berdasarkan multilateral instrument (MLI).
Tidak hanya P3B antara Jepang dan Indonesia, Kementerian Keuangan Jepang juga menerbitkan P3B hasil modifikasi MLI atas seluruh P3B antara Jepang dan negara mitra P3B yang turut meratifikasi MLI.
Akankah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengeluarkan langkah serupa, mengingat penerbitan dokumen semacam ini dapat mempermudah wajib pajak dalam memahami P3B setelah MLI berlaku efektif?
Atas pertanyaan ini, Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan ada beberapa tahapan yang perlu dilalui sebelum dokumen sejenis bisa diterbitkan oleh DJP.
Ia menjelaskan setelah MLI diratifikasi dan disampaikan kepada Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) lalu berlaku 3 bulan kemudian, perlu ada Surat Edaran Dirjen Pajak sebagai petunjuk teknis pelaksanaan P3B yang telah diperbarui lewat MLI.
"Apabila P3B yang diperbarui melalui MLI berlaku efektif, maka diperlukan Surat Edaran Dirjen Pajak sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya," ujar John, di Jakarta, Kamis (17/6/2020).
Dalam rangka memberikan pemahaman kepada wajib pajak mengenai MLI ini, John mengaku DJP bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) telah melakukan sosialisasi dan diseminasi. "Tepatnya setelah MLI diratifikasi dengan Peraturan Presiden No. 77/2020," katanya.
Sesuai dengan tujuannya, P3B yang telah diperbarui melalui MLI bakal mengadopsi ketentuan antipenghindaran pajak berganda seperti principal purpose test (PPT) untuk mencegah penyalahgunaan P3B yang biasa disebut treaty abuse.
Pada ratifikasi MLI, sambung John, Indonesia telah mendaftarkan 47 perjanjian penghindaran pajak bergandanya untuk dimodifikasi melalui instrumen MLI. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.