Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews—Kementerian Keuangan menyebut kinerja industri pengolahan (manufaktur) Indonesia mengalami penurunan paling tajam di Asia Tenggara akibat pandemi virus Corona.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat data Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia pada April tahun ini yang berada di level 27,5. Sebulan sebelumnya, angka PMI masih berada di level 45,3.
“PMI kita 27, paling dalam di negara ASEAN, bahkan terhadap Jepang dan Korea Selatan. Kedalaman jatuhnya sektor manufaktur ini harus kita waspadai,” katanya dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR-RI, Senin (4/5/2020).
Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini, usaha manufaktur menjadi indikator ekonomi yang paling tertekan sejak Maret. Kontraksi di level 27,5 bahkan tercatat menjadi yang terendah sejak 2011 silam.
Sri Mulyani mengaku khawatir kondisi tersebut berdampak terhadap meluasnya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang saat ini sudah mencapai 2 juta pekerja. Apalagi kontraksi itu juga kemungkinan masih berlanjut hingga Mei 2020.
Melihat kinerja industri manufaktur yang terpuruk sejak Maret, Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 di kisaran 4,5%-4,7%. Besok, pertumbuhan ekonomi RI kuartal I/2020 bakal dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
Menkeu menilai pertumbuhan itu masih tergolong bagus saat berbagai negara mengalami pelemahan ekonomi karena pandemi Corona. Dia juga menilai kegiatan investasi, konsumsi, dan ekspor Januari dan Februari juga masih tergolong bagus.
“Yang perlu diwaspadai adalah eskalasi tekanan ke depan, mengingat di Indonesia pandemi baru terjadi pada Maret, dan meluas secara eksponensial,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani memprediksi tekanan akan makin berat pada kuartal II dan III-2020. Kebijakan social distancing untuk menekan penularan virus Corona memberikan pengaruh besar pada kontraksi ekonomi.
Dia berharap pandemi Corona dapat segera berakhir dan perekonomian RI pulih setidaknya mulai kuartal IV/2020. (rig)