PEREKONOMIAN INDONESIA

Kata Sri Mulyani, ‘Tungkai Lemah’ Sebabkan Ekonomi Tak Bisa Tumbuh 7%

Dian Kurniati
Jumat, 06 Maret 2020 | 11.05 WIB
Kata Sri Mulyani, ‘Tungkai Lemah’ Sebabkan Ekonomi Tak Bisa Tumbuh 7%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut perekonomian Indonesia mengalami ‘tungkai lemah’ sehingga tidak bisa ‘berlari kencang’.

‘Tungkai lemah’ itu dikarenakan masih adanya masalah dari sisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Menurutnya, penyebab utama masalah CAD tersebut adalah sisi produktifitas dan daya saing. Ketika perekonomian ingin ‘berlari kencang’, impor akan naik signifikan.  

“Namun, ekspor tidak bisa catch up [mengejar ketertinggalan]. Kalau CAD makin lebar dan tidak mampu menarik capital maka nilai tukar tertekan. Ini kenapa ‘tungkai lemah’. Sebagai negara besar dan potensinya besar, harusnya Indonesia bisa tumbuh 6%—7%,” kata Sri Mulyani dalam Raker Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Dalam situasi itu, Indonesia tidak bisa berekspansi besar-besaran melalui impor barang modal karena kinerja ekspor tak mampu mengimbanginya. Jika dipaksakan, CAD akan melebar dan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi. Masalah fundamental ini yang ingin diselesaikan pemerintah.

Sri Mulyani menyebut nilai ekspor Indonesia selalu mengalami pertumbuhan negatif dalam empat kuartal 2019. Kinerja impor terutama bahan baku juga lemah karena pelaku usaha berhati-hati saat akan berekspansi.

Dalam catatannya, defisit transaksi berjalan Indonesia pada 2019 senilai US$30,4 miliar, menurun tipis dibanding 2018 sebesar US$30,6 miliar. Namun, dia meminta pegawai Kemendag tidak cepat puas dengan penurunan CAD itu karena nilai ekspor dan impor pada 2019 juga lebih rendah dari 2018.

Sepanjang 2019, nilai ekspor tercatat US$168,5 miliar atau turun 6,7% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 180,7 miliar. Adapun impornya turun 9% dari US$181 miliar pada 2018 menjadi US$164,9 miliar pada 2019.

"Kalau kita melihat neraca pembayaran transaksi perdagangan, 'Oh defisit mengecil, rasanya membaik'. Namun, sebagai policy maker, termasuk Kemendag, kita harus melihat dan mengakui bahwa sektor-sektor yang menghasilkan barang itu mengalami tekanan tidak mudah. Ini alarm yang harus kita dengarkan, kemudian harus kita reaksikan dengan policy-policy yang baik," jelas Sri Mulyani. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.