Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Pembahasan mengenai omnibus law perpajakan masih menjadi pembahasan hangat di sejumlah media nasional pada hari ini, Rabu (12/2/2020).
Salah satu aspek yang disoroti kali ini terkait dengan upaya pemerintah untuk memitigasi efek negatif yang dimunculkan dari jika omnibus law perpajakan disahkan dan diimplementasikan. Otoritas menyebut perluasan basis pajak akan menjadi agenda utama DJP. Simak, Ternyata Ini 5 Bidang Prioritas Ditjen Pajak pada 2020.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan sejumlah relaksasi tarif dalam omnibus law ditujukan untuk menggerakkan roda perekonomian. Dengan demikian, uang yang seharusnya dibayarkan wajib pajak, terutama badan, kepada negara bisa digunakan untuk investasi dan ekspansi bisnis.
Tidak mengherankan jika untuk penurunan tarif PPh badan saja bisa berdampak pada penurunan potensi penerimaan lebih dari Rp80 triliun. Simak artikel ‘Ini Dampak Penurunan Tarif PPh Badan Terhadap Ekonomi & Penerimaan’.
“Kami mengubah cara kerja yakni ekstensifikasi berbasis kewilayahan,” ujar Suryo Utomo saat memaparkan strategi mitigasi risiko sejumlah relaksasi dalam omnibus law yang berisiko menggerus penerimaan.
Cara kerja ini akan diikuti dengan restrukturisasi organisasi DJP melalui penataan KPP Madya dan KPP Pratama. Penataan KPP Pratama ditujukan untuk lebih memperluas basis perpajakan melalui kegiatan pengawasan potensi untuk mengumpulkan data lapangan. Simak artikel ‘Soal Penambahan KPP Madya Baru, Ini yang Masih Ditunggu DJP’.
Selain itu, sejumlah media juga menyoroti terkait munculnya perubahan skema penetapan barang kena cukai (BKC) baru. Dengan omnibus law, pemerintah mengusulkan agar penambahan BKC baru tidak harus melalui DPR dan hanya dengan payung hukum berupa peraturan pemerintah (PP).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dengan adanya cara kerja berbasis kewilayahan, Suryo mengatakan pengawasan tidak serta merta berakhir pada pemeriksaan dan penegakan hukum. Imbauan melalui penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) diutamakan.
Dengan penambahan jumlah KPP Madya dan perubahan cara kerja KPP Pratama, account representative (AR) akan didorong melakukan kegiatan pengumpulan data lapangan (KPDL) dan mengawasi kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Apalagi, tata kelola organisasi di KPP Pratama akan berubah. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)
Wakil Ketua Tetap Bidang Perpajakan Kadin Herman Juwono meyakini DJP bisa menutup risiko dari sisi penerimaan sebagai imbas dari sejumlah relaksasi dalam omnibus law perpajakan tersebut. Penambahan jumlah KPP Madya secara otomatis akan meningkatkan pengawasan dengan data.
“DJP akan lebih fokus mencari data yang sesuai dengan sebenarnya,” ujar Herman. Kendati demikian, dia menilai target penerimaan pajak tahun ini cukup berat. (Bisnis Indonesia)
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan rancangan omnibus law, ketentuan penambahan atau pengurangan BKC cukup melalui PP. Dengan demikian, kata Heru, DPR cukup memberikan izin prinsip untuk pemerintah menentukan BKC melalui omnibus law. Simak artikel ‘DJP Harap Segera Diundangkan, Ini Pokok-Pokok Omnibus Law Perpajakan’.
“Jadi, kita berharap bahwa izin itu diberikan secara prinsip melalui omnibus law. Siapa yang memberikan izin? Tentunya adalah DPR atas usulan pemerintah sehingga tujuan pengendalian dan pembatasan dari barang-barang yang jadi objek cukai baru itu bisa langsung diimplementasikan berdasarkan PP,” katanya. (Kontan/DDTCNews)
Pemerintah telah mengantongi 3 usulan BKC baru. Pertama, cukai plastik, yang saat ini masih dalam pembahasan dengan DPR. Kedua, cukai minuman berpemanis yang telah melalui kajian Kementerian Kesehatan. Ketiga, emisi karbon, sesuai dengan hasil kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Saya kira yang paling diharapkan plastic dulu. Yang paling sudah final plastik. Nah, ini paralel jalan terus. Urutannya cukai plastik, minuman berpemanis, dan emisi karbon,” kata Heru. (Kontan/DDTCNews)
DJP berencana mengubah mekanisme Electronic Filing Identification Number (EFIN) untuk wajib pajak dalam pelayanan pelaporan Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-Filing). Perubahan akses e-filing dari EFIN akan digeser dengan sistem one time password (OTP).
"Untuk EFIN kita sedang jajaki dengan sistem OTP," kata Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi sambil memastikan perubahan tidak akan dilakukan untuk pelaporan SPT tahunan pada tahun ini. (DDTCNews)
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Irawan menerangkan rasio cakupan pemeriksaan atau audit coverage ratio (ACR) pada 2019 sebesar 1,58% dari total wajib pajak yang wajib lapor SPT. Realisasi ACR tersebut lebih rendah dari 2018 yang mencapai 1,61% dari total wajib pajak yang wajib menyampaikan SPT. Dia menjelaskan penurunan ACR ini disebabkan oleh kenaikan jumlah WP yang wajib menyampaikan SPT. (DDTCNews)